“Banyak orang mengira kesabaran itu tanda kelemahan. Saya pikir itu adalah kesalahan. Kemarahan adalah tanda kelemahan, sedangkan kesabaran adalah tanda kekuatan”. – Dalai Lama.
KASUS kekerasan yang kerap dilakukan seorang ayah terhadap anak kandung dan istrinya di Jakarta dan sempat viral beberapa minggu terakhir ini, menjadi “tamparan” bagi kita bahwa penghormatan terhadap perempuan dan anak di negeri ini masih memprihatinkan (Kompas.com, 20/12/2022).
Betapa tidak, walau pelakunya berpendidikan dari fakultas hukum universitas ternama dan menyandang profesi mentereng di sejumlah perusahaan besar, ternyata kelakuannya sungguh mempermalukan “ibunya” sendiri.
Istri dihantam, anak "dikepret” dan kekerasan terus berulang tanpa ada yang mencegahnya.
Pelaku pernah dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan sempat ditahan karena kasus pemukulan terhadap istrinya, tetapi untuk kasus kekerasan terhadap anak kandungnya, hingga kolom ini ditulis belum ada tindakan tegas dari polisi.
Sejak dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Selatan oleh ibu kandung anak yang mengalami kekerasan per tanggal 22 September 2022, polisi baru menaikkan kasus tersebut ke tingkat penyidikan (Kompas.com, 21/12/2022).
Walau persoalan tersebut sarat dengan urusan privat, tetapi melihat kekasaran yang ditampakkan seorang ayah kepada putra dan istrinya, sungguh mengiris rasa kemanusian yang paling dalam.
Belum lagi, aspek hukum kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang masih belum dimengerti para penegak hukum dan tidak berakhir pada keberpihakkan terhadap korban.
Data dari Komnas Perempuan menyebut sejak Januari hingga November 2022, telah menerima 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Di dalamnya juga termasuk 860 kasus kekerasan seksual di ranah publik atau komunitas dan 899 kasus di ranah personal.
Diperkirakan jumlah pengaduan kekerasan terhadap perempuan masih akan terus bertambah, termasuk ke lembaga yang dikelola oleh masyarakat sipil maupun UPTD P2TP2A (Unit Pelayanan Teknis Daerah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak).
Untuk keluarga yang mapan dan berpendidikan tinggi saja kekerasan terhadap istri dan anak bisa terjadi, bagaimana pula dengan potensi kekerasan dalam rumah tangga di keluarga yang tengah mengalami kesulitan ekonomi?
Kekerasan begitu mudah tersulut ketika urusan “duit” menjadi pokok pangkal keributan dalam rumah tangga. Anak dan istri kerap menjadi “kekesalan” suami yang merasa gagal menjadi nakhoda rumah tangga.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Statistik Indonesia 2022, sebanyak 447.743 kasus perceraian terjadi pada 2021. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 291.677 perkara.
Data BPS tersebut hanya mencakup perceraian untuk orang Islam saja. Pandemi yang terjadi selama dua tahun terakhir dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat kelesuan ekonomi, menjadi pemicu semakin tingginya angka “bubar” rumah tangga.
Sedangkan, berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama terdapat sejumlah penyebab perceraian, yaitu faktor perselisihan dan pertengkaran, masalah ekonomi, meninggal salah satu pasangan, mabuk, murtad, dihukum penjara, judi, poligami, zina, kawin paksa, cacat badan, madat, KDRT dan lainnya.
Menyimak perjalanan kasus kekerasan yang menimpa anak dan istri yang dilakukan petinggi eksekutif perusahaan swasta tersebut, kegeraman publik tidak saja ditampakkan pada keriuhan komentar di media sosial, tetapi juga diberitakan masif oleh media.
Belum lagi kalangan legislator seperti Ahmad Sahroni yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR RI mengunggah video tindakan biadab ayah terhadap anaknya di akun instagramnnya. Desakan untuk memproses kasus tersebut dengan tegas masih ditanggapi “lelet” oleh pihak kepolisian.
Kekhawatiran banyak kalangan terhadap penderitaan anak yang masih tinggal dengan ayahnya itu, sementara ibunya sudah bercerai beberapa waktu lalu, menjadi atensi publik.
Berkat kuatnya pengaruh media sosial, sebenarnya “pelaku” sudah mendapat punishment dari publik.
Penggiat media sosial begitu melihat postingan ibu dan anak korban kekerasan “bergerak” dengan caranya sendirinya.
Mulai memborbardir akun media sosial perusahaan yang diduga menjadi tempat kerja pelaku, menyebarkan postingan video dengan “menandai” atau menyebutkan nama-nama tokoh nasional mulai dari Presiden Jokowi hingga Kak Seto yang sebelumnya begitu peduli dengan anak-anak Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Media online memiliki peranan penting dalam memperkuat narasi adanya “kekerasan” antara ayah terhadap anak istrinya.
Amplifikasi narasi kekerasan terus diperbesar dengan distribusi video aksi kekerasan itu melalui media sosial.
Dalam social network analysis, image kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang tanpa dipedulikan oleh aparat penegak hukum menjadi framing yang utuh bahwa KDRT adalah masalah bersama dan pelaku menjadi common enemy.
Agar media tidak terjebak dengan narasi-narasi hukum yang mungkin akan dan tengah disiapkan “pelaku” mengingat latar belakang pendidikannya dari sekolah hukum, kiranya media tidak boleh terlena dengan jebakan “information arbitrage”.
Media harus tetap hati-hati, valid dan bijak serta menerapkan azas jurnalisme yang seimbang.
Pelaku walau menyembunyikan diri mungkin karena malu atau malah “tidak tahu malu sama sekali” harus terus diusahakan untuk diberi porsi pendapatnya. Mengingat korban yang masih tergolong anak-anak harus juga mendapat perlindungan.
Menjadi pembelajaran dari jurnalisme yang “receh” yang dikembangkan oleh tayangan-tayangan infotainmen kita, ketika pesohor yang “tidak ada hubungannya sama sekali” tetap dikemas dengan “seolah-olah” tengah pacaran.
Kasus-kasus setingan yang kerap ditampilkan di layar kaca hanyalah dimaksudkan untuk menambah jumlah pemirsa dan menaikkan rating tanpa memikirkan dampak penayangannya. Tidak ada unsur edukasi sama sekali dari tayangan model ini.
Pemirsa begitu terbuai ketika sang idola dijodohkan oleh media, dan media pun “memaksa” untuk berpacaran.
Ketika sudah dekat, merasa nyaman dan dijodohkan oleh media, maka media mempunyai tugas lanjutan yang berserial, kapan pasangan pesohor itu disahkan dalam ikatan perkawinan.
Tugas media terus berlanjut, ketika sang pesohor “benar-benar” menikah, maka menjadi tugas berkesinambungan adalah kapan akan dikarunia momongan.
Jika momongan sudah hadir, kapan pasangan selebritas tersebut hendak menambak adik untuk buah hati yang sudah ada menjadi menu pemberitaan.
Ketika sang pasangan tengah berkonflik kecil, media menjadi “provokator” dengan memancing berita tentang kemungkinan akan timbul perceraian.
Ketika perceraian benar-benar terwujud, maka kembali media dengan gegap gempita mewartakan bahwa perceraian karena hadirnya pihak ke tiga.
Alkisah, media begitu lengkap memberitakan kisah antarpesohor, entah dikemas dengan setingan atau malah benar-benar terjadi. Mulai dari kedekatan, dijodohkan, benar-benar berjodoh, menikah, melahirkan hingga bercerai.
Harus diakui, peran media dalam mengamplifikasi berita dari keriuhan postingan KDRT di media sosial menjadi “resep” ampuh dalam menghentikan kasus-kasus KDRT sekaligus pembelajaran bagi publik.
Pelaku tidak saja mendapat hukuman sosial dari publik, tetapi juga ancaman pidana atas KDRT yang dilakukan.
Dampak pemberitaan yang negatif, belum lagi sorotan komentar dari elite-elite politik, pengamat dan “bully” dari publik menjadi obat mujarab untuk melawan kasus-kasus KDRT, baik yang ter-blow up media atau pun yang tidak muncul ke permukaan.
Masyarakat awam sekalipun tanpa kemampuan verifikasi lebih percaya kepada postingan-postingan di media sosial yang muncul terlebih dahulu.
Bahkan ikut menyebarkan secara berulang-ulang tanpa ada yang tahu kapan akan berhentinya informasi tersebut.
Dalam tataran praksis di daerah, saya cukup salut dengan langkah Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana yang berhasil mendirikan sepuluh Rumah Restorative Justice di seantero Bandar Lampung yang bisa memberikan solusi bagi penyelesaian permasalahan dengan kekeluargaan.
Kasus-kasus KDRT bisa diselesaikan di Rumah Restorative Justice dengan mengedepankan perkara secara musyawarah mufakat dengan memberi porsi keadilan bagi korban dan pelaku.
Rumah Restorative Justive dicita-citakan Eva Dwiana sebagai rumah kedua bagi korban dan pelaku.
Pihak-pihak yang datang ke Rumah Restorative Justice adalah para pelaku yang mempunyai ancaman hukum tidak lebih dari 5 tahun, pelaku tidak pernah dihukum, sudah ada perdamaian dan ditengahi oleh tokoh adat.
Tujuan dari Rumah Restorative Justice adalah memulihkan keadaan semuanya, dari yang tadinya berseberangan bisa diselesaikan dengan keadilan yang bermartabat. Tentu saja dengan catatan-catatan yang tidak boleh terulang lagi.
Semoga pelaku-pelaku KDRT, yang masih tega menganiaya anak dan perempuan masih punya nurani dengan meresapi puisi ini.
Siapa yang tega memukul istrinya, menganiaya perempuan maka sama saja dia mengingkari kasih tulus ibunya. Ibu yang melahirkan, Ibu yang membesarkan anak-anak buah perkawinannya.
Ibu maafkan atas tangisan ini
Ibu maafkan atas dosaku
Ibu maafkan atas kerja kerasmu
Ibu terimakasih ku atas pengabdian mu kepada ayah
Ibu bahkan emas berlianpun
juga tak akan mampu menyaingimu
Segala apa yang ada padamu
Kesabaranmu layaknya ombak yang tak jera menerjang karang
Tulus kasihmu seperti embun yang memberikan kesejukan dipagi hari
Ketabahanmu seperti gunung yang menjulang tinggi, Yang tak akan pernah gentar
Ibu, terus bimbing diriku ini untuk bersabar
atas segala cobaan yang akan menghadang
untuk memahami kehidupan yang penuh akan suka duka
Ibu, diri ini masih begitu haus akan do'a mu
Doa yang memberikan semangat bagi kami
Ibu adalah kekuatan terbesar
Di dunia ini tentang cinta adalah ibu
Berbahagialah menjadi seorang ibu
Dan bersyukurlah memiliki seorang ibu
Tak ada cinta yang lebih besar melebihi cinta seorang ibu
Tak ada bhakti yang lebih besar melebihi bhaktinya
Dan tak ada ketulusan, kesabaran serta keikhlasan yang melebihinya
Selamat hari ibu, untuk seluruh ibu yang luar biasa di dunia ini.
(“Selamat Hari Ibu” karya Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana Herman HN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.