JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan satu kasus monkeypox atau cacar monyet di Indonesia yang ditemukan di DKI Jakarta.
Juru Bicara Kemenkes Syahril menjelaskan, kasus pertama cacar monyet tersebut dialami seorang pria berusia 27 tahun. Pria ini diduga memiliki riwayat perjalan luar negeri.
Menurut Syahril, pria tersebut mengalami gejala demam pada 14 Agustus 2022 dan pembesaran kelenjar limfe. Selain itu, pasien yang terkonfirmasi tersebut juga muncul bercak cacar di tubuhnya.
"Ada cacarnya, (pada) muka, telapak tangan, kaki dan sebagian alat genitalia (atau organ seksual)," ujar Syahril dalam konferensi pers virtual, Sabtu (20/8/2022).
Syahril menjelaskan, temuan kasus pertama ini berawal dari petugas kesehatan di rumah sakit yang merawat pasien. Petugas kemudian melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR).
Baca juga: Cacar Monyet Sudah Masuk Indonesia, Ini Gejala dan Cara Pencegahannya
"Dalam hitungan dua hari, PCR dilakukan dan tadi malam (Jumat (19/8/2022), diumumkan positif terkonfirmasi," kata dia.
Syaril menyampaikan, pasien yang terkonfirmasi cacar monyet tersebut dalam kondisi baik dan memiliki gejala ringan sehingga hanya perlu dilakukan isolasi mandiri di rumah.
Adapun cacar monyet adalah penyakit langka yang disebabkan oleh virus cacar monyet. Virus cacar monyet berasal dari famili yang sama dengan virus penyebab cacar.
Cacar monyet telah ditetapkan sebagai status darurat kesehatan global sejak Sabtu (23/7/2022) lalu oleh World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia.
Selain itu, Syahril mengatakan penyakit cacar monyet tidak menyerang kelompok tertentu. Artinya, cacar monyet bisa menular ke semua orang yang memiliki kontak erat dengan penderita sebelumnya.
"Cacar monyet ini tidak menyerang kelompok tertentu ya, enggak ada kelompok tertentu, dia menyerang kontak erat saja," kata Syahril.
Begitu juga dengan surveilans atau pengamatan penyebaran kasus cacar monyet yang saat ini sudah ditemukan satu kasus di Indonesia.
Baca juga: 4 Cara untuk Menurunkan Risiko Terpapar Cacar Monyet
Metode surveilans tidak akan menyasar kelompok tertentu tetapi pada setiap orang yang berisiko tertular karena memiliki riwayat kontak erat dengan pasien cacar monyet.
"Kita lakukan pada kelompok tertentu, tapi pada semua orang yang mempunyai risiko, pada pasien-pasien itu dan kita tidak ingin membuat pada suatu kesalahpahaman pada masyarakat," ucap dia.
Sementara itu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) melalui Satgas Monkeypox atau Clades PB IDI meminta masyarakat tetap tenang dan tidak panik sesuai arahan Kemenkes.
Ketua Umum PB IDI M Adib Khumaidi mengatakan, PB IDI terus berkoordinasi dengan Kemenkes dan Dinas Kesehatan mengenai kewaspadaan penyakit cacar monyet di Indonesia.
Selain itu, pihaknya juga meminta tim medis dan tenaga kesehatan untuk tetap waspada.
“Segera melaporkan pada Dinas Kesehatan setempat apabila ditemukan pasien dengan gejala mirip cacar monyet, supaya bisa segera ditangani dan ditindaklanjuti," kata Adib dalam siaran pers.
Baca juga: 5 Fakta Kasus Cacar Monyet Pertama Indonesia
Ketua Satgas Monkeypox atau Clades PB IDI Hanny Nilasari mengingatkan perlunya mempertahankan protokol kesehatan secara ketat serta lebih aktif menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat.
Cara ini perlu diterapkan sekalipun ada kelonggaran melakukan berbagai kegiatan di berbagai tempat.
"Bagi yang merasa bergejala dapat segera berobat menemui dokter terdekat," terang Hanny.
Peneliti Pusat Riset Kedokteran Praklinis dan Klinis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Zulvikar Syambani Ulhaq menjelaskan, penularan cacar monyet tidak selalu melalui hubungan seksual.
Walaupun pada kenyataannya bahwa penularan tersebut merupakan salah satu caranya menular pada orang lain, termasuk pada kelompok lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL).
Baca juga: Kemenkes: Semua Bisa Kena, Cacar Monyet Tak Menyerang Kelompok Tertentu
Sebab, cara penularan yang utama dari penyakit cacar monyet ialah sentuhan kulit ke kulit.
"Bisa juga misalnya melalui berkerumun, melihat konser, itulah menurut gambaran saya yang sebenarnya terjadi di negara-negara Amerika atau Eropa, kenapa penyebaran ini terjadi dengan cepat. Jadi tidak selalu melalui seks," ujar dia.
Zulvikar juga mengungkapkan kemungkinan mengapa hal itu bisa terjadi.
"Ini menurut pandangan saya pada LSL kenapa banyak ditemukan (cacar monyet), karena mereka misalnya memang suka party, dancing, dan sebagainya di mana itu kan sangat berdekatan dengan kerumunan yang banyak," ucap Zulvikar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.