Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Dimulainya Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Secara Langsung

Kompas.com - 31/05/2022, 12:11 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilu Presiden (Pilpres) digelar secara langsung untuk pertama kalinya pada tahun 2004.

Artinya, melalui pemilu tersebut, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat.

Pada Pilpres periode-periode sebelumnya, presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui sidang umum.

Baca juga: Pengertian Pemilu, Asas, Prinsip, dan Tujuannya

Sejarah pemilihan presiden dan wakil presiden langsung dimulai dari amendemen Undang-Undang Dasar 1945 yang ketiga pada tahun 2001.

Pasal 6A Ayat (1) UUD menyebutkan, presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.

"Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat," demikian bunyi pasal tersebut.

Selanjutnya, 31 Juli 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangani Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 5 Ayat (4) UU itu menyebutkan bahwa calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah secara nasional dalam pemilu anggota DPR.

Baca juga: Sejarah Pemilu 2004, Partai Politik Peserta hingga Pemenang

Kemudian, pasangan calon presiden dan wakil presiden dinyatakan terpilih apabila mendapatkan suara melebihi 50 persen dari jumlah suara dalam pilpres, dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 66 Ayat (2) UU Pemilu.

Apabila tidak ada pasangan calon terpilih sesuai dengan ketentuan tersebut, maka diadakan putaran kedua, yakni dua pasangan calon yang mendapat suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung melalui pilpres.

Pemilu presiden langsung pertama digelar pada 5 Juli 2004. Pilpres itu mempertemukan lima pasangan calon presiden dan wakil presiden yakni Wiranto dan Salahuddin Wahid, lalu Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi.

Kemudian, paslon Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, serta Hamzah Haz dan Agum Gumelar.

Jumlah pemilih pada pilpres putaran pertama sebesar 153.320.544 orang. Dari angka itu, yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 79,76 persen atau 122.293.844 orang.

Dari total suara yang masuk, yang dinyatakan sah sebanyak 97,84 persen atau 119.656.868 suara.

Dari lima kandidat capres dan cawapres, pasangan SBY-Jusuf Kalla mendapat suara terbanyak, disusul oleh pasangan Megawati-Hasyim Muzadi. Rinciannya yakni:

  • Wiranto dan Salahuddin Wahid: 26.286.788 suara atau 22,15 persen;
  • Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi: 31.569.104 suara atau 26,61 persen;
  • Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo: 17.392.931 suara atau 14,66 persen;
  • Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla: 39.838.184 suara atau 33,57 persen;
  • Hamzah Haz dan Agum Gumelar: 3.569.861 suara atau 3,01 persen.

Dari perolehan angka tersebut, tidak ada satu pun pasangan calon yang mendapat perolehan suara lebih dari 50 persen. Oleh karenanya, harus digelar pilpres putaran kedua yang mempertemukan dua paslon dengan perolehan suara terbanyak yakni Megawati-Hasyim Muzadi dan SBY-Jusuf Kalla.

Baca juga: Sejarah Pemilu 1955, Pemilu Perdana Setelah Indonesia Merdeka

Pasangan Megawati-Hasyim Muzadi kala itu didukung oleh 7 partai yakni PDI Perjuangan, Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), dan Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNIM).

Sementara, SBY-Jusuf Kalla didukung enam partai meliputi Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Pilpres putaran kedua digelar pada 20 September 2004. Saat itu, jumlah pemilih yang terdaftar sebanyak 150.644.184 orang.

Dari angka tersebut, yang menggunakan hak pilihnya sebesar 77,44 persen atau 116.662.705 orang.

Lalu, dari total jumlah suara, yang dinyatakan sah sebesar 97,94 persen atau 114.257.054 suara.

Pilpres putaran kedua menetapkan SBY-Jusuf Kalla sebagai pemenang, mengungguli Megawati-Hasyim Muzadi. Rincian perolehan suaranya yakni:

  • Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi: 44.990.704 suara atau 39,38 persen;
  • Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla: 69.266.350 suara atau 60,62 persen.

SBY dan Jusuf Kalla pun dilantik sebagai presiden dan wakil presiden RI pada 20 Oktober 2004.

Sejak saat itu, Pilpres selalu digelar secara langsung. Rakyat dapat menggunakan hak pilihnya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com