Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Setuju Kemenag Disebut Hadiah Negara untuk NU, Pimpinan MPR: Hasil Perjuangan Tokoh Islam Era Kemerdekaan

Kompas.com - 24/10/2021, 20:21 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengaku tak sependapat dengan pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas bahwa Kementerian Agama (Kemenag) berdiri sebagai hadiah Negara untuk Nahdlatul Ulama (NU).

Menurut dia, pernyataan Yaqut justru terkesan menyederhanakan sejarah berdirinya Kemenag yang dinilainya bagian dari perjuangan lintas unsur tokoh Islam di Indonesia.

"Jika kita membaca dengan teliti sejarah berdirinya Kemenag pasca kita merdeka, maka kesimpulan yang paling logis tentang Kemenag adalah bahwa berdirinya kementerian yang mengurusi masalah agama ini merupakan bagian dari perjuangan panjang seluruh elemen umat Islam pada saat itu," kata Arsul dalam keterangan kepada Kompas.com, Minggu (24/10/2021).

Baca juga: Menag Yaqut: Kemenag adalah Hadiah Negara untuk NU

Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjelaskan, perjuangan tokoh Islam dari berbagai unsur tersebut telah dimulai bahkan ketika persiapan-persiapan kemerdekaan.

Para tokoh Islam saat itu, kata dia, saling berinteraksi satu sama lain. Selain itu, tokoh Islam juga disebut berinteraksi dengan tokoh-tokoh nasionalis baik dalam maupun luar sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Kendati demikian, Arsul tak memungkiri adanya peran tokoh NU yang pada saat itu menjadi Menteri Agama pertama di kabinet pemerintahan Presiden Soekarno.

"Menag pertama dalam kabinet Presidensial Soekarno adalah K.H. Wahid Hasyim, ayahnya Gus Dur yang kita kenal sebagai putra pendiri NU, Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari," jelasnya.

Baca juga: Tanggapan Muhammadiyah soal Menag Sebut Kemenag Hadiah untuk NU

Namun, sekitar tiga bulan kemudian peran Menag dijabat oleh KH M. Rasjidi yang merupakan tokoh Masjumi - Muhammadiyah di bawah kabinet Perdana Menteri Soetan Sjahrir atau dikenal sebagai Kabinet Sjahrir I.

Arsul menjelaskan, dalam masa lima tahun pertama pasca kemerdekaan, jabatan Menag diisi dari NU, Masyumi-Muhammadiyah, Syarikat Islam, hingga tokoh Aceh.

"Ini semua sebetulnya menunjukkan bahwa Kemenag itu berkat perjuangan tokoh-tokoh Islam lintas unsur dan kemudian jadi keputusan bersama dengan tokoh-tokoh nasionalis," ucapnya.

Berkaca pada sejarah tersebut, anggota Komisi III DPR ini tak memungkiri bahwa NU memiliki peran terhadap berdirinya Kemenag.

Akan tetapi, lanjut dia, NU bukan organisasi masyarakat (ormas) Islam satu-satunya yang berperan dalam berdirinya Kemenag.

"Sehingga, lebih bijak kita untuk menyampaikan bahwa berdirinya Kemenag adalah berkat dan hasil perjuangan tokoh-tokoh Islam pada era kemerdekaan," nilai Arsul.

Ia mengingatkan, sebagai elemen bangsa yang meneruskan estafet perjuangan tokoh-tokoh bangsa era kemerdekaan, maka generasi selanjutnya perlu mewarisi semangat persatuan para tokoh tersebut.

Caranya, kata dia, dengan menjaga kebersamaan dalam penyelenggaraan urusan keagamaan, termasuk untuk umat non Islam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com