Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Santri Difasilitasi Mudik, Epidemiolog: Larangan Mudik Itu untuk Membatasi Mobilitas

Kompas.com - 25/04/2021, 15:32 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Munculnya pemberitaan tentang permintaan agar para santri di pondok pesantren difasilitasi mudik di tengah larangan pemerintah, dinilai karena tidak adanya pemahaman konsep oleh pemerintah sendiri.

Hal tersebut bermula dari pernyataan Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi yang menyebut Wapres Ma'ruf Amin mendapat permintaan dari PBNU kepada agar para santri difasilitasi untuk bisa pulang ke kampung halaman di tengah larangan mudik yang diterapkan pemerintah.

Epidemilog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, hal tersebut menunjukkan adanya ketidakpahaman atas tujuan pelarangan mudik.

"Pelarangan mudik itu bagian dari upaya membatasi mobilitas penduduk. Jadi konsepnya mobilitas penduduk, bukan mudiknya," kata Pandu kepada Kompas.com, Minggu (25/4/2021).

Baca juga: Soal Usulan Santri Boleh Mudik, Pimpinan Komisi IX: Pemerintah Harus Konsisten Terapkan Kebijakan Terkait Covid-19

Pandu mengatakan, sebelumnya larangan bepergian saat liburan panjang juga bertujuan sama yakni, membatasi mobilitas penduduk agar tidak bepergian seperti berwisata lokal.

Bahkan menurut Pandu, pemerintah sendiri tidak mengetahui konsep dari pelarangan mudik yang dimaksudkan untuk menekan angka Covid-19 tersebut.

"Karena tidak mengerti (konsep larangan mudik), di antara pemerintah itu, fragmen-fragmen kekuasaan di pariwisata, pendidikan, Wapres, staf Wapres itu tidak paham kenapa mudik dilarang," kata Pandu.

"Disangkanya ya sudah, mudik dilarang, yang lainnya boleh. Itu jadi tidak mengerti konsep membatasi mobilitas penduduk," lanjut dia.

Baca juga: Penjelasan Jubir soal Aspirasi ke Wapres agar Santri Difasilitasi Saat Mudik Lebaran

Pandu menjelaskan, sebab membatasi mobilitas penduduk sesungguhnya di masa Lebaran, kata dia, silaturahmi dalam kota pun sebaiknya tidak dilakukan.

Termasuk halal bihalal dan open house yang kerap kali digelar oleh pejabat-pejabat menteri di Tanah Air.

"Karena sudah pengalaman sejak tahun lalu, begitu mobilitas penduduk meningkat, kasus meningkat. Jadi konsepnya ke sana," kata dia.

Apabila selama ini Indonesia memang khawatir mengalami peningkatan kasus Covid-19 seperti di India, kata dia, maka tidak ada pengecualian bagi siapa pun untuk tidak mudik.

Namun jika santri jadi pengecualian, ujar Pandu, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat lainnya pun akan meminta hal yang sama.

Baca juga: Muhammadiyah Dukung Usulan Santri Boleh Mudik

"Ini yang nyuruh pulang siapa? Pengurus santrinya atau siapa? Semuanya ingin lepas tangan dan minta dispensasi. Itu kan sama saja tidak mengikuti perintah untuk membatasi mobilitas penduduk," ucap dia.

Sebelumnya diberitakan, Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi mengatakan bahwa Wapres Ma'ruf Amin meminta ada dispensasi atau memfasilitasi para santri di pondok pesantren untuk bisa pulang ke kampung halaman di tengah larangan mudik oleh pemerintah.

Namun pernyataan tersebut pun diklarifikasi kembali bahwa permintaan itu justru disampaikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kepada Wapres sehingga ide tersebut bukan berasal dari Wapres.

PBNU sendiri membantah hal tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah menyampaikan permintaan itu secara institusional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com