Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI: Pembiaran Kerusakan Lingkungan yang Berdampak pada Kematian Rakyat Termasuk Pelanggaran HAM

Kompas.com - 29/01/2021, 16:16 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan, alih fungsi lahan hutan di Kalimantan Selatan untuk perkebunan sawit dan pertambangan sudah bertahun-tahun dilakukan pemerintah. Namun, tidak pernah ditinjau ulang.

Akibatnya, terjadi kerusakan lingkungan yang berdampak pada kematian rakyat.

"Bentuk kerusakan terhadap lingkungan yang berakibat pada kematian rakyat jelas-jelas pelanggaran hak menjaga kehidupan yang dilakukan pemerintah," kata Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI Siti Rahma Mary dalam diskusi virtual bertajuk 'Dosa Oligarki Derita Rakyat', Jumat (29/1/2021).

Baca juga: Masa Tanggap Darurat Banjir Kalsel Diperpanjang Sepekan ke Depan

Siti mempertanyakan pernyataan Presiden Joko Widodo terkait banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan disebabkan karena curah hujan tinggi.

Ia mengutip pernyataan Guru Besar Manajemen Lingkungan Universitas Diponegoro Sudharto P Hadi yang menyebutkan, tingginya curah hujan menjadi salah satu faktor terjadinya banjir di Kalimantan Selatan.

Namun, banjir tersebut terjadi akibat dari turunnya daya serap permukaan tanah yang disebabkan alih fungsi lahan hutan untuk perkebunan sawit dan pertambangan.

"Sehingga ini harus dijadikan bahan bagi pemerintah bahwa mereka keliru dalam menganalisis," ujarnya.

Baca juga: Kerugian akibat Banjir Kalimantan Selatan Diperkirakan Rp 1,349 Triliun

Siti juga meyakini, pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah memahami penyebab terjadinya bencana banjir akibat kerusakan lingkungan. Namun, ia menilai, pemerintah mencoba lepas tangan.

Ia juga mengkritik, tindakan pemerintah yang memberikan izin membuka lahan secara luas kepada perusahaan.

"Pemerintah berkonstribusi meneruskan terjadinya bencana ekologis karena izin yang dikeluarkan (terhadap perusahaan) dan pembiaran kerusakan lingkungan. Ini sekaligus pelanggaran HAM," ucapnya.

Baca juga: Teka-teki Penyebab Banjir Besar di Kalimantan Selatan

Lebih lanjut, terkait bencana banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan, Siti mengingatkan, pemerintah harus menjamin kesejahteraan dan hak hidup masyarakat sesuai amanat Pasal 28 Ayat 1 UUD 1945.

"Seharusnya pemerintah itu kembali ke sini untuk melakukan perlindungan kepada warga negaranya," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, saat banjir melanda Kalimantan Selatan, Presiden Joko Widodo meninjau sejumlah lokasi yang terdampak banjir pada Senin (18/1/2021).

Jokowi mengatakan, banjir kali ini merupakan yang terbesar dalam puluhan tahun terakhir.

Baca juga: Raffi Ahmad Kirim 2.000 Paket Sembako untuk Korban Banjir Kalimantan Selatan

"Ini adalah sebuah banjir besar yang mungkin sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan," kata Jokowi, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin.

Jokowi menyebutkan, curah hujan yang sangat tinggi selama hampir 10 hari berturut-turut menyebabkan volume air di Sungai Barito meluap.

Biasanya, sungai tersebut mampu menampung 230 juta meter kubik. Sementara itu, saat ini volume air yang masuk mencapai 2,1 miliar meter kubik.

"Sehingga, memang meluap di 10 kabupaten dan kota," ujar Jokowi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com