JAKARTA, KOMPAS.com - Sebulan hampir berlalu sejak narapidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Joko Soegiato Tjandra atau Djoko Tjandra ditangkap setelah buron selama 11 tahun.
Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia dan dijemput oleh Bareskrim Polri. Ia tiba di Indonesia pada 30 Juli 2020 malam.
Kini, ia sedang menjalani masa hukumannya dalam kasus Bank Bali tersebut di Lapas Salemba, Jakarta.
Namun, babak kedua dalam perkara hukum yang menjeratnya baru saja dimulai. Sejak ditangkap hingga kini, Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka untuk tiga kasus berbeda.
Berikut rinciannya:
1. Kasus surat jalan palsu
Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus surat jalan palsu yang digunakan dalam pelariannya.
Baca juga: Polri Gelar Rekonstruksi Kasus Suap Penghapusan Red Notice Djoko Tjandra
Kasus ini ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
"Hasil daripada gelar adalah peserta setuju menetapkan tersangka, yaitu saudara JST,” ucap Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/8/2020).
Djoko berhasil keluar-masuk Indonesia meski berstatus sebagai buron
Bahkan, Djoko sempat mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga membuat e-KTP dan paspor.
Diduga, surat jalan palsu tersebut yang memuluskan pelarian Djoko Tjandra keluar-masuk Indonesia.
Dalam kasus tersebut, polisi telah menetapkan dua tersangka lain, yaitu Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo serta Anita Kolopaking.
Prasetijo merupakan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri yang menerbitkan surat palsu tersebut.
Sementara itu, Anita merupakan mantan pengacara Djoko yang mengurus permohonan PK tersebut.
Baca juga: Sidang Praperadilan Anita Kolopaking Ditunda karena Polri Tak Hadir
Hingga kini, proses penyidikan untuk kasus ini masih berlangsung.
2. Dugaan suap terkait penghapusan "red notice"
Djoko juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.
Ia berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penghapusan red notice di Interpol atas namanya. Djoko diduga sebagai pemberi suap.
Menurut keterangan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono, Djoko mengakui telah memberi uang demi mengurus red notice.
Kendati demikian, Awi mengaku tidak dapat membeberkan nominal uang yang dimaksud secara rinci.
"Yang bersangkutan memang sudah mengakui itu, telah memberikan sebanyak uang tertentu kepada para tersangka," kata Awi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (24/8/2020).
Baca juga: Irjen Napoleon dan Prasetijo Mengaku Terima Uang Terkait Red Notice Djoko Tjandra
Satu tersangka lain yang diduga memberi suap yakni pengusaha Tommy Sumardi.
Sementara itu, dua tersangka yang diduga menerima suap yakni mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte dan Prasetijo.
Dalam kasus tersebut, penyidik Bareskrim menyita barang bukti senilai 20.000 dollar Amerika Serikat, surat, telepon genggam, laptop, dan rekaman kamera CCTV.
Penyidikan untuk kasus ini juga masih terus dilakukan oleh pihak Bareskrim.
3. Dugaan suap terkait kepengurusan fatwa MA
Baru-baru ini, tepatnya Kamis (27/8/2020), Kejaksaan Agung menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka kasus dugaan pemberian suap kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Pinangki pun telah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Kejagung, keduanya diduga berkonspirasi untuk mendapatkan fatwa dari Mahkamah Agung (MA).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengungkapkan, fatwa tersebut diurus agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali.
"Konspirasinya atau dugaannya adalah perbuatan agar tidak eksekusi oleh jaksa, meminta fatwa kepada Mahkamah Agung,” kata Hari di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis.
Baca juga: Kejagung Duga Jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra Berkonspirasi Terkait Permintaan Fatwa ke MA
Ia mengatakan, dugaan tindak pidana tersebut terjadi sekitar November 2019 hingga Januari 2020.
Namun, penyidik menemukan bahwa kepengurusan fatwa tersebut tidak berhasil.
Hingga saat ini, menurut Hari, penyidik masih mendalami peran para tersangka serta cara pemberian dugaan suap tersebut.
Kejagung pun meminta publik bersabar menunggu hasil penyidikan selanjutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.