Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heryadi Silvianto
Dosen FIKOM UMN

Pengajar di FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan praktisi kehumasan.

Peradaban "Copy and Paste"

Kompas.com - 23/08/2017, 20:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

PERADABAN informasi yang tidak sempurna selalu menyisakan lubang dalam perkembangannya, kadang kecil dan seringkali besar. Ukurannya akan terlihat pada dampak yang ditimbulkannya.

Sebagaimana disadari bersama, Indonesia saat ini ada dalam era sergapan informasi yang sangat beragam bentuk dan jenisnya. Namun sayangnya secara teknis masih menghadapi kelemahan karena di banyak sisi masih menjadi penikmat/konsumen aktif dan belum menjadi produsen pesan.

Dilalah-nya kondisi ini secara narasi menjadi bermasalah karena dalam sejarahnya kita melewati lompatan fase yang tidak sempurna dari proses membangun peradaban informasi. Tak pernah punya sejarah membaca yang baik secara kolektif. Miris bin tragis.

Asumsi di atas bisa dilihat dari rendahnya tingkat literasi yang belum membaik dari sejak Indonesia merdeka hingga kini. Merujuk data World's Most Literate Nations yang disusun oleh Central Connecticut State University tahun 2016, peringkat literasi Indonesia berada di posisi kedua terbawah dari 61 negara yang diteliti.

Faktanya hanya lebih baik dari Bostwana, negara di kawasan selatan Afrika. Kondisi ini didasarkan pada studi deskriptif dengan menguji sejumlah aspek. Antara lain mencakup lima kategori utama yaitu perpustakaan, koran, input sistem pendidikan, output sistem pendidikan, dan ketersediaan komputer.

Baca juga: Minat Baca Indonesia Ada di Urutan ke-60 Dunia

Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 merilis data yang terbilang mengerikan, ditemukan hanya 17,66 persen anak-anak Indonesia yang memiliki minat baca. Sementara, yang memiliki minat menonton mencapai 91,67 persen.

Lebih tragis lagi jika kita menelisik data itu lebih dalam, bisa jadi angka sebesar itu didominasi oleh tontonan yang tak bernilai tuntunan. Setidaknya jika kita mau menebak dari komposisi acara yang selama ini dihidangkan oleh stasiun televisi di Indonesia kepada pemirsanya.

Tengok saja survei tatap muka yang telah dilakukan Litbang Kompas akhir Desember 2015 terhadap warga Jakarta, bahwa menonton televisi sudah menjadi "kebutuhan pokok" publik Jakarta.

Dua dari 10 responden menonton televisi di atas 4 jam per hari. Jika dirata-rata, keseharian warga Jakarta menghabiskan 2,5 jam atau 10 persen waktu mereka di depan televisi. Dari beragam acara televisi yang ditayangkan, program acara hiburan, seperti sinetron, infotainment, film, dan musik, merupakan favorit warga Jakarta.

Ringkasnya, Unesco juga pernah mengungkapkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen, yang artinya dari 1.000 orang Indonesia, hanya satu yang rajin membaca. Miris dan Tragis.

Ternyata kualitas angka literasi kita tidak banyak berubah secara monumental selepas meraih kemerdekaan 72 tahun lalu.

Dengan angka yang dramatis seperti itu tentu saja beragam bentuk informasi bisa hilir mudik secara mudah, karena sistem saringan yang ada secara mandiri atau personal sudah jebol sejak awal. Literasi rendah, platform yang menjamur dan derasnya arus informasi. Terjadilah hang literacy!

Situasi ini bisa dianalogikan ibarat kolam ikan yang luas berisi air yang dangkal, repotnya air yang ada pun bersumber dari mata air yang terbatas dan maaf, kotor. Ditambah, tak ada filterisasi yang memadai di bagian hulu, bisa dibayangkan kolam macam apa yang terbentuk. Penuh jentik dan pusat epidemik penyakit.

Amerika Serikat dengan tingkat literasi tinggi saja, dalam beberapa kesempatan kecolongan untuk menutup lubang informasi ini. Jika ditelisik serius pada dasarnya lubang itu terjadi bukan semata-mata atau ansich dari apa yang menjadi masalah eksternal, tapi secara prinsip karena lemahnya sistem internal.

Budaya berbagi informasi dewasa ini juga semakin mudah dilakukan dengan kemajuan teknologi, beragam pesan berseliweran setiap hari dari mulai yang jenaka, serius, fakta hingga hoaks (kabar bohong).

Daniel H Pink dalam bukunya yang berjudul A Whole New Mind membagi fase perkembangan kebutuhan ekonomi manusia kedalam empat fase. Singkatnya, terbagi atas era agraris (agricultural age), era industry (industrial age), era informasi (information age) dan era konseptual (conceptual age).

Banyak negara melewati fase informasi yang agak ideal karena dimulai dari budaya baca yang tinggi. Gambaran lengkapnya dapat terlihat dari banyaknya buku yang diproduksi, jurnal yang ditulis, dan kajian yang digagas.

Selanjutnya, mereka secara simultan mampu menerima kehadiran media massa seperti koran, radio, dan televisi secara proporsional.

Terakhir, meskipun media sosial tumbuh di tengah-tengah mereka namun secara efektif telah mampu menjadi platform produksi yang baik, tidak sekadar konsumen atau objek semata.

Kabar baik yang membunuh

Ditengah kabar baik, angka penetrasi internet yang terus naik, dan penjualan smartphone yang menakjubkan, Indonesia punya masalah kronis yang sangat dalam di tataran narasi.

Setidaknya inilah sedikit yang bisa menjelaskan mengapa hoaks dan spamming victim marak di negeri ini.  Menjadi masalah keseharian dan diskusi panas yang tak kunjung padam.

Tak cukup sampai di situ, merebaklah perilaku membagi informasi salah dari laman sejenis dan berbeda. Sebut saja itu sebagai fenomena copy and paste atau dalam bahasa keren yang berkonotasi negatif click in monkey.

Anehnya perilaku berbagi informasi yang salah ini dilakukan oleh banyak kelas menengah, yang secara karakteristik relatif terdidik. Entahlah, apakah itu semua terbagi karena sadar, setengah sadar, atau sengaja saja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

Nasional
Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com