Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Buka Media Sosial saat Dirundung Emosi

Kompas.com - 07/08/2017, 15:24 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat media sosial Nukman Luthfie meminta netizen menggunakan media sosial secara bijak dan sadar, termasuk sadar dengan konsekuensi dari hal-hal yang diunggah di akun pribadi. Jika terlalu bebas, risikonya bisa dipidana.

Nukman mengatakan, ada saat tertentu di mana masyarakat harus menghindari media sosial.

"Saya sarankan, kalau marah, emosi, jangan pegang ponsel. Jangan buka sosmed. Hindari itu," ujar Nukman kepada Kompas.com, Senin (7/8/2017).

Dia menyebutkan, media sosial kerap menjadi wadah untuk menumpahkan kekesalan. Nukman mengatakan, netizen yang merasa emosinya terfasilitasi bisa menumpahkan apa saja di akun pribadi tanpa berpikir dua kali soal dampaknya.

(Baca: Kasus Acho dan Buruknya Pengelolaan Apartemen...)

Rasa emosi dan kekecewaan yang ditumpahkan di media sosial akan menjadi viral dalam waku singkat. Dunia maya tak bisa dibatasi secara ruang. Siapapun bisa mengakses.

Jika konten yang diunggah sensitif, mengandung unsur kebencian, dan berbau SARA, pihak yang tersinggung bisa melaporkan ke polisi.

"Mungkin kebencian yang membuat orang tidak mengontrol sehingga diumbar begitu saja," kata Nukman.

Nukman meyakini, masyarakat sadar dengan ancaman pidana terkait konten ujaran kebencian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun, mereka cenderung mengabaikan hukum karena rasa benci dan kecewa yang menutup rasa hati-hati tersebut.

(Baca: Dituduh Hina Presiden, Penyanyi Populer Senegal Ditangkap)

"Mereka juga seperti menuntut keadilan. Kok yang ditangkap sebelah sini saja, sebelah sana enggak. Atau kenapa urusan gede tidak diselesaikan, tapi ini diurusin," kata Nukman.

Menurut Nukman, netizen harus menyadari bahwa media sosial adalah ruang publik. Di dunia maya berlaku dua hukum, yakni hukum sosial dan hukum positif.

Pada hukum sosial, kata Nukman, jika konten yang diunggah "ngawur", maka konsekuensinya akan di-unfollow, di-block, hingga dilaporkan ke platform media sosial.

"Kalau hukum positif, kamu kena undang-undang ITE, KUHP, yang kamu langgar," kata Nukman.

Kompas TV Stop PersekusI - Berkas Kompas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com