Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendesak…Memberi Keadilan Hukum bagi Anak!

Kompas.com - 29/07/2017, 16:23 WIB
Haris Prahara

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com  Kehadiran sistem peradilan pidana anak (SPPA) menjadi hal krusial bagi keadilan hukum anak. Masa depan anak Indonesia diharapkan tak lagi menjadi taruhan di kemudian hari.

Sebagai informasi, SPPA merupakan undang-undang yang menekankan pada pemenuhan hak-hak anak saat berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban, saksi, maupun pelaku.

Implementasi SPPA di Indonesia sendiri telah mendapat apresiasi internasional. Hal itu mengemuka saat forum pertemuan bersama antara Indonesia, Malaysia, Norwegia, dan Peru pada Kamis (9/3/2017), di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Swiss. 

Seperti diwartakan Kompas.com, Sabtu (11/3/2017), kala itu Marta Santo Pais selaku Utusan Khusus Sekjen PBB memaparkan praktik terbaik dan rekomendasi kebijakan terkait implementasi SPPA.

Mewakili PBB, Marta memberi apresiasi terhadap implementasi SPPA di Indonesia dan menekankan bahwa praktik baik itu dapat menjadi contoh bagi negara lainnya.

Indonesia dianggap adaptif dalam upaya memperluas akses keadilan bagi anak sesuai amanat UN Model Strategies and Practical Measures on the Elimination of Violence against Children in the field of Crime Prevention and Criminal Justice, 2014.

Data Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pun mengonfirmasi adanya tren penurunan jumlah remaja yang dihukum penjara beberapa tahun terakhir. Dari 6.000 orang pada 2012 menjadi 2.644 orang pada 2016 lalu. 

Sebagai upaya menjaga tren positif tersebut, tentunya dibutuhkan implementasi yang konsisten dari waktu ke waktu.

Latar belakang tersebut pula yang melandasi European Union-United Nations Development Programme (EU-UNDP) Sustain untuk mengadakan pelatihan terpadu sertifikasi SPPA di Kupang, NTT, pada 17-28 Juli.

Pelatihan terpadu tersebut merupakan hasil kerja sama EU-UNDP Sustain dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementrian Hukum dan HAM. Adapun pelatihan terpadu itu diikuti oleh sejumlah unsur lembaga penegak hukum seperti hakim khusus anak, jaksa, polisi, pekerja sosial, dan perwakilan masyarakat sipil.

Di sela-sela pelatihan terpadu, para peserta turut mengunjungi perwakilan dari Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, Balai Pemasyarakatan dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak.

“Kami melihat respon dan komitmen yang baik dari pengadilan anak di Kupang untuk menerapkan SPPA dalam bentuk peningkatan kapasitas para hakim anak,” kata Ariyo Bimmo, Koordinator Sektor EU-UNDP Sustain, Jumat (28/7/2017).

Ariyo mengatakan, kunjungan tersebut bertujuan pula untuk mempererat koordinasi antar lembaga penegak hukum.

Selain itu, lanjut dia, peserta juga membahas sejumlah isu penting dalam penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Timur. Topik bahasannya antara lain terkait bagaimana penanganan serta perlakuan anak yang tengah berhadapan dengan hukum.

“Salah satu tantangan penerapan SPPA adalah menjaga koordinasi antar lembaga penegak hukum dan penyamaan persepsi tentang isi SPPA. Hal itu selayaknya dapat diatasi dengan pelatihan terpadu seperti ini,” imbuh Ariyo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com