Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Intimidasi terhadap Pengguna Medsos, Pemerintah Diminta Bersikap

Kompas.com - 31/05/2017, 00:35 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komnas HAM Roichatul Aswidah menyayangkan munculnya fenomena persekusi di masyarakat yang kian gencar beberapa waktu belakangan. Menurut Roichatul, pemerintah harus mengambil sikap menanggapi masalah ini. Sebab, persekusi telah mengancam kebebasan berekspresi.

"Itu harus dilindungi oleh sebuah negara, Mininimal ada pembatasan (regulasi yang jelas)," ujar Roichatul usai diskusi di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/5/2017).

Menurut Roichatul, pemerintah bisa memeperjelas aturan perihal kebebasan berekspresi dengan mendasarkan pada pertimbangan nilai tertentu. Hal ini demi menjamin setiap warganya.

"Nah, sekarang bagaimana pemerintah mau membatasi itu. Pembatasanya bisa berdasar pada keamanan nasional, ketertiban umum, moral publik, reputasi orang lain," kata dia.

(Baca: Kalla Minta Polisi Cegah Intimidasi terhadap Pengguna Medsos)

Selain itu, Roichatul juga mengimbau masyarakat tidak "main hakim sendiri". Jika merasa ada pelecehan yang dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya atau bagian dari kelompoknya maka diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku.

"Marilah kita masukan dalam koridor aturan yang ada. Jangan mengambil tindakan sendiri-sendiri, nanti tidak beraturan," ujarnya.

Sebelumnya, Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto juga meminta Polri mengambil sikap.

(Baca: Todung: Tidak Boleh di Negara Demokrasi Ada Intimidasi)

Ia meminta Polri menegakkan hukum dengan adil, bukan berdasarkan tekanan segelintir pihak. Menurut Damar, persekusi menunjukkan adanya ketidakpatuhan hukum. Damar berpendapat, semestinya langkah yang pertama kali dilakukan begitu menemukan postingan penghinaan tokoh tertentu di media sosial, yakni dengan melayangkan somasi dan mediasi.

"Bila mediasi tidak berhasil, barulah melaporkan ke polisi. Kemudian mengawasi jalannya pengadilan agar adil," kata Damar melalui keterangan tertulis, Sabtu (27/5/2017).

Aksi persekusi, kata Damar, membuat warga negara merasa tidak terlindungi karena absennya asas praduga tak bersalah. Tak hanya itu, orang yang ditarget juga merasa terancam nyawanya karena identitasnya diumbar di media sosial dan muncul seruan untuk beramai-ramai menyerang orang tersebut.

"Bila dibiarkan akan mengancam kebebasan berpendapat secara umum," kata dia.

Kompas TV Genderang Perang Lawan Hoaks di Medsos (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com