Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jusuf Kalla Minta Ahli PBB Tak Ikut Campur soal Hukuman Ahok

Kompas.com - 23/05/2017, 20:20 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

Kompas TV Veronica Tan Menangis Bacakan Surat dari Ahok

JAKARTA, KOMPAS.com - Para ahli atau pakar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak Indonesia untuk membebaskan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari tahanannya.

Ahok divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara pada 9 Mei 2017 karena dinilai menistakan agama.

Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan ahli PBB agar tidak mencampuri urusan hukum yang berlaku di Indonesia. Menurut Kalla ini berlaku untuk siapa pun, termasuk negara lain di dunia.

"Mereka tidak boleh campuri urusan kita, hukum kita. Siapa pun tidak boleh. Sama dengan kita tidak boleh mencampuri urusan hukum di Malaysia, urusan hukum di Amerika Serikat," kata Kalla di rumah dinas wakil presiden RI, Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Kalla pun khawatir dengan potensi pernyataan ahli lembaga di dunia tersebut yang bisa semakin membuat runyam kondisi yang ada.

"Kalau sudah boleh saling mencampuri urusan hukumnya negara ini, dunia ini bisa menjadi ladang pertentangan," kata Jusuf Kalla.

Sementara itu, soal pembatalan banding yang dilakukan Ahok, Kalla meminta semua pihak menghormati keputusan tersebut.

"Soal banding Ahok, ya ini hak pribadi Ahok. Karena beliau tidak mau banding, ya kita hormatilah," ujar mantan Ketua Umum Partai Golkar periode 2004-2009 tersebut.

Kantor berita Reuters sebelumnya melaporkan, para pakar PBB menilai vonis hakim terjadi setelah tekanan fatwa ulama, kampanye media yang agresif, dan aksi protes massal yang diwarnai kekerasan.

(Baca: Tiga Ahli PBB Desak Indonesia Bebaskan Ahok)

Ketiga ahli itu adalah Pelapor Khusus tetang Kebebasan Beragama, Ahmed Shaheed; Pelapor Khusus tentang Kebebasan Berpedapat dan Berekspresi, David Kaye, dan ahli independen untuk mempromosikan tatanan internasional yang adil dan demokratis, Alfred de Zayas.

Mereka mendesak Pemerintah Indonesia membatalkan hukuman Ahok dalam banding atau memberinya bentuk pengampunan apapun yang mungkin tersedia dalam hukum Indonesia sehingga dia dapat segera dibebaskan dari penjara.

Hukum soal penistaan agama, menurut ketiga pakar PBB itu, tidak layak diterapkan di tengah masyarakat yang demokratis, seperti Indonesia. Vonis Ahok dinilai merusak kebebasan beragama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com