JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus menilai, seluruh anggota DPR seharusnya malu dengan predikat yang menempel pada institusi mereka sebagai lembaga terkorup.
Meskipun predikat itu disematkan kepada DPR secara institusi, tetapi hal tersebut tidak dapat terlepas dari seluruh anggota DPR yang berada di dalamnya.
“Rasa malu kolektif dari anggota DPR mestinya membuat mereka punya satu semangat untuk saling mengingatkan agar tak terjebak lagi dalam praktek korupsi,” kata Lucius dalam pesan singkatnya, Kamis (9/3/2017).
Predikat itu sebelumnya merujuk hasil survei Global Corruption Barometer (GCB) yang dipublikasikann Transparency International Indonesia (TII). Survei GCB dilakukan di 16 negara Asia Pasifik pada Juli 2015-Januari 2017 kepada 22.000 responden.
(Baca: DPR Dianggap Lembaga Terkorup, Ini Komentar Fadli Zon)
Untuk Indonesia, survei berlangsung 26 April-27 Juni 2016 dengan 1.000 responden di 31 provinsi. Hasilnya untuk Indonesia, DPR dianggap paling korup. Hasil survei itu terkonfirmasi antara lain dengan adanya sejumlah anggota DPR yang terlibat dalam kasus korupsi.
Salah satunya adalah kasus pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 yang disidangnkan hari ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Selain anggota DPR, Lucius menilai partai politik seharusnya juga turut menanggung rasa malu itu. Pasalnya, anggota DPR merupakan representasi perwakilan partai politik. Menurut dia, yang dilakukan oleh para wakil partai politik itu menggambarkan wajah yang diwakili.
“Predikat DPR sebagai lembaga terkorup sesungguhnya merupakan lonceng kematian parpol sebagai ‘penanggung jawab’ penuh keberadaan anggota-anggota di DPR,” ujarnya.