JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon, belakangan kerap menyampaikan kritik melalui puisi.
Semisal saat membacakan puisi berjudul "Tukang Gusur" pada saat deklarasi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, beberapa waktu lalu.
Sajak itu khusus dibuat untuk mengkritik Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang akan menjadi lawan Anies-Sandiaga di Pilkada DKI Jakarta.
(Baca: Fadli Zon Baca Puisi "Tukang Gusur" di Sela Pengumuman Nama Anies-Sandiaga)
Fadli mengatakan membuat dan membaca puisi bukan hobi dadakannya. Berpuisi, diakui Fadli, sudah menjadi kebiasaan sejak duduk di bangku sekolah dasar.
"Saya bikin puisi dari kelas 3 SD. Saya ada tiga buku kumpulan puisi dari SD," kata Fadli saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/10/2016).
Menurut Fadli, puisi juga bisa dibuat untuk mengkritik secara halus. Politisi Partai Gerindra itu mengatakan lebih elegan menyampaikan kritik melalui puisi ketimbang makalah.
"Kalau lewat puisi kan enak, daripada lewat makalah bisa sembilan sampai sepuluh halaman kan," kata Fadli.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menuturkan, puisi selalu dibuatnya secara spontan, diciptakan dalam waktu relatif singkat.
Ibarat lukisan, dia menyebut puisinya seperti lukisan ekspresionis, bukan naturalis.
"Karena spontan, saya bikin puisinya cuma sepuluh menitan, pas macet-macet," tutur Fadli.
(Baca: Fadli Zon Bikin Lomba Baca Puisi Ciptaannya "Sajak Tukang Gusur", Siapa Mau Ikut?)
Dia pun sengaja mengkritik melalui puisi karena itu merupakan medium yang bebas dan membuat orang berpikir.
"Tapi kan di puisi yang saya buat saya enggak sebut nama, kalau ada yang tersinggung ya enggak apa-apa, berati normal perasaanya," lanjut Fadli.