JAKARTA, KOMPAS.com - Perempuan dan anak muda menjadi dua kelompok rentan yang kini mulai menjadi sasaran dalam kegiatan terorisme. Mereka tak berperan sebagai pemimpin tetapi kerap diperalat sebagai kurir untuk mensukseskan kegiatan terorisme.
Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso menuturkan, salah satu modusnya adalah transfer dana teroris menggunakan rekening perempuan Indonesia yang merupakan istri atau keluarga teroris.
"Baik teroris Australia, teroris Malaysia seperti Noordin M top, Doktor Azahari, mereka punya istri-istri orang Indonesia. Jadi, perempuan di Indonesia rawan," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2016).
Begitu pula terkait operasi aliran dana terorisme lewat sarana jual beli. PPATK menemukan, tiket untuk berangkat ke negara-negara Timur Tengah juga dijual melalui medium tersebut.
"Dan yang menyelenggarakannya perempuan juga," kata dia.
Perempuan juga dianggap sebagai tokoh sentral dalam keluarga. Perintah seorang ibu hampir selalu pasti dituruti oleh anak-anaknya.
(Baca: Ikut Tembaki Aparat dan Lempar Bom, Istri Santoso Jadi Tersangka)
Oleh karena itu, Agus menganggap perlu ada pendidikan khusus kepada kaum perempuan di Indonesia untuk tak sembarangan meminjamkan rekeningnya agar tak disalahgunakan.
"Kalau mau nyumbang juga lihat-lihat, jangan hanya emosi, tujuannya untuk apa, jangan semata mata kasihan. Dan jangan mau disuruh buka rekening oleh pacar kek, suaminya, yang dipakai untuk tujuan seperti itu," tutur Agus.
Pemerintah berupaya untuk meminimalisasi semakin banyak perempuan yang menjadi kurir dalam kegiatan terorisme. Agus mengatakan, kerja sama pun dilakukan dengan lima negara tetangga, yaitu Malaysia, Australia, Singapura, Thailand, dan Singapura.
"Salah satu working groupnya adalah edukasi terhadap perempuan (yang terkait kegiatan) terorisme," ujarnya.