JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Kajian Hukum dan Konstitusi mengajukan gugatan uji materi atau judicial review (JR) terkait pasal 251 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
UU tersebut mengatur kekuasaan pemerintah, Menteri Dalam Negeri dan Gubernur, dalam membatalkan peraturan daerah yang telah dikeluarkan.
Kepala Bidang Kajian Strategis FKHK, Kurniawan, mengatakan, pihaknya mengajukan uji materi terhadap pasal tersebut karena bertentangan dengan pasal 24 A UUD 1945 yang menyebutkan bahwa pihak berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU adalah Mahkamah Agung (MA).
Adapun peraturan perundang-undangan di bawah UU seperti, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah (Perda), termasuk pula Qanun yang berlaku di Aceh, serta Perdasus dan Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua dan Papua Barat, dan Peraturan Desa.
"Pembatalan perda yang dilakukan pemerintah pusat merupakan kewenangan inkonstitusional. Hakikatnya pembatalan perda merupakan kewenangan MA yang didasarkan dala pasal 24 A UUD 1945," ujar Kurniawan, dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (6/9/2016).
"Bahwa Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang," lanjut Kurniawan mengutip isi pasal 24 A UUD 1945.
FKHK meminta majelis MK menafsirkan secara spesifik pasal dari UU yang digugat tersebut.
Penafsiran pasal tersebut dnilai kebablasan sehingga Menteri Dalam Negeri dan Gubernur bisa membatalkan peraturan yang dikeluarkan tersebut.
Hal itu telah dilakukan Kemendagri pada Juni 2016 lalu, di mana sebanyak 3.143 Perda dibatalkan.
Sementara itu, Ketua Umum FKHK Achmad Saifudin Firdaus mengatakan, jika pembatalan Perda dilakukan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendagri, mengindikasikan adanya tekanan politik.
"Karena kami melihat dari segi teori akademik yang kami dapatkan bahwa memang pertentangannya sangat keras kalau misalkan pemerintah pusat membatalkan perda, ada indikasi represif, bukan preview tapi eksekutif review. Takutnya kewenangan tersebut menjadikan sebuah politik dari kekuasaan," papar dia.
Sidang dengan nomor perkara 66/PPU-XVI/2016 ini merupakan sidang perdana.
Adapun pihak penggugat dari FKHK diwakili oleh Achmad Saifudin Firdaus, Bayu Sagara, Kurniawan, Okta Heriawan, Syaugi Pratama, dan Lintar Fauzi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.