JAKARTA, KOMPAS — Terungkapnya keterlibatan sejumlah hakim, panitera, dan bahkan pegawai Mahkamah Agung dalam kasus korupsi menunjukkan bobroknya lembaga peradilan.
Hakim Agung Gayus Topane Lumbuun mengakui kondisi memprihatinkan ini dan mengharapkan Presiden selaku Kepala Negara segera membentuk tim khusus untuk mengevaluasi pimpinan lembaga peradilan di semua strata.
"Mustahil mereformasi lembaga peradilan tanpa mengevaluasi pimpinan di semua strata peradilan. Presiden selaku Kepala Negara harus segera membentuk tim khusus," kata Gayus, Sabtu (6/8), di Jakarta.
Pengamat hukum Refly Harun, secara terpisah, juga mengharapkan hal senada.
"Presiden harus peduli dengan penegakan hukum. Jangan hanya soal ekonomi," ujar dia.
Menurut Refly, mafia peradilan sudah sangat luar biasa "menggerogoti" keagungan lembaga peradilan. "Ini sudah kanker stadium empat. Perlu jalan revolusioner," ujar dia.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas menunjukkan, 75,7 persen responden melihat citra hakim adalah buruk. Adapun 92,7 persen responden yakin jaringan suap dan korupsi marak di pengadilan. (Kompas, 18/6)
Tim khusus tersebut agar dipercaya rakyat, menurut Gayus, harus terdiri atas sejumlah tokoh yang berintegritas dan kredibel. Para mantan pimpinan Mahkamah Agung, seperti Bagir Manan dan Harifin Tumpa, juga harus dilibatkan dalam tim tersebut.
Tim ini yang nanti mengevaluasi seluruh pimpinan lembaga peradilan, mulai dari syarat administrasi hingga rekam jejak selama ini.
"Daftar kekayaan dan pembayaran pajak juga bisa ditanyakan," kata Gayus.
Menurut Gayus, pimpinan yang baik perlu dipertahankan, sedangkan yang buruk harus diganti. Dengan cara ini diharapkan akan terwujud lembaga peradilan yang dipercaya masyarakat.
Sekretaris MA
Sekretaris Mahkamah Agung pengganti Nurhadi seyogianya diisi oleh sosok yang bersih dan progresif agar mampu mendorong reformasi peradilan di Indonesia. Untuk mendapatkan figur tersebut, idealnya panitia seleksi (pansel) Sekretaris MA didominasi oleh pihak di luar MA.
"Dia harus pintar, bersih, dan jujur, bukan bagian dari masa lalu. Jika pernah bermain kotor jangan coba-coba (dipilih jadi Sekretaris MA). Saya pikir (sebaiknya) diisi oleh hakim-hakim yang progresif," kata mantan hakim yang juga pengajar hukum, Asep Iwan Iriawan.
Asep meyakini, masih banyak hakim yang pintar dan jujur di Indonesia. Rekam jejak mereka bisa ditelusuri lewat data dari Badan Pengawas MA dan informasi masyarakat.
Karena itu, ia berharap pansel Sekretaris MA harus terbuka, melibatkan tokoh bangsa yang memahami teknis peradilan, tata negara, serta paham situasi peradilan, sehingga tahu apa yang dibutuhkan untuk membenahi MA.
Sebelumnya, Juru Bicara MA Suhadi menyampaikan, MA sudah menerima surat persetujuan Presiden atas pengunduran diri Nurhadi pada 3 Agustus lalu. Dia juga menyampaikan bahwa MA akan segera membentuk panitia seleksi Sekretaris MA dalam waktu dekat (Kompas, 7/8). Adapun Nurhadi mengajukan pensiun dini, setahun lebih cepat dari masa tugasnya.
Nama Nurhadi disebut dalam berapa perkara suap yang ditangani KPK. Terkait pengusutan kasus-kasus itu, kini Nurhadi dicegah bepergian ke luar negeri dan rumahnya pernah digeledah oleh KPK.
Dalam penggeledahan ini, KPK menyita uang dollar Amerika Serikat dan rupiah milik Nurhadi. Meski demikian, Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan, status hukum Nurhadi masih menunggu fakta, data, dan alat bukti yang ada. (GAL/SUT)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Agustus 2016, di halaman 2 dengan judul "Evaluasi Pimpinan Lembaga Peradilan".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.