JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah Budi Nurwono menceritakan, dia merasa terancam saat beberapa orang tak dikenal mencari dan masuk tanpa izin ke kediamannya.
Hal itu terjadi sebanyak empat kali. Hal tersebut pernah diceritakan Budi kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Budi Nomor 98, disebutkan bahwa ia mendapat ancaman, baik secara fisik maupun psikis.
Budi mengatakan, sejak ia menjadi saksi dalam perkara suap terkait rancangan peraturan daerah tentang reklamasi, dia tidak lagi mendiami rumahnya.
Berikut keterangan Budi yang tercantum dalam BAP:
"Saya pernah mendapatkan laporan dari anak saya bahwa sekitar tanggal 25 atau 26 April 2016, pembantu saya pernah didatangi oleh sekitar dua atau tiga orang tidak dikenal di rumah saya. Karena rumah saya terbuka, orang tersebut masuk sampai ke dapur, dan menanyakan keberadaan saya dan kapan saya pulang."
"Kemudian dijawab oleh pembantu saya 'tidak tahu'. Ciri-cirinya, orang tersebut seperti orang dari daerah Timur. Orang tersebut menunggu dari siang sampai malam dengan menggunakan mobil Avanza."
"Yang kedua kali, pembantu saya melihat ada orang yang menunggu di sekitar rumah. Yang ketiga kali, pembantu saya mendapat laporan dari orang yang sering duduk-duduk di kios rokok bahwa ada orang yang bukan merupakan warga di sana menanyakan tentang saya."
"Kemudian, beberapa hari setelah itu ada lagi beberapa orang menggunakan mobil Terios, dan beberapa orang turun menanyakan hal yang sama kepada pembantu saya. Pada waktu pembantu saya sedang menyapu daun-daun di jalanan depan rumah, pembantu saya melihat ada sekitar lima orang di dalam mobil."
Anggota DPRD DKI Jakarta disebut meminta uang sebesar Rp 50 miliar kepada Chairman Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan.
Permintaan imbalan tersebut terkait percepatan rapat paripurna DPRD DKI untuk mengesahkan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).
Hal tersebut terungkap saat jaksa penuntut dari KPK, Ali Fikri, membacakan BAP milik Budi Nurwono.
BAP tersebut dibacakan dalam persidangan kasus suap terkait raperda reklamasi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Dalam BAP Nomor 18, Budi mengatakan bahwa pada Januari 2016, telah terjadi pertemuan di kediaman Aguan, di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Arisman Widjaja, anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi, dan beberapa anggota DPRD lainnya.
Menurut Budi, dalam pertemuan itu, dibahas mengenai percepatan pengesahan RTRKSP di DPRD DKI Jakarta.
"Untuk percepatan agar menyiapkan Rp 50 miliar. Aguan menyanggupi untuk anggota DPRD, lalu Aguan bersalaman dengan semua yang hadir," ujar jaksa Ali Fikri saat membacakan BAP Budi Nurwono di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu.
Kemudian, pada BAP Nomor 97, Budi menyatakan kepada penyidik KPK bahwa ia tidak mengenali siapa orang yang meminta langsung uang sebesar Rp 50 miliar kepada Aguan.
Menurut Budi, karena yang hadir saat itu hanya anggota DPRD dan pihak pengembang, kemungkinan besar permintaan datang dari pihak anggota DPRD DKI.
Cabut keterangan
Setelah BAP dibacakan, jaksa Ali Fikri kemudian membacakan surat permintaan pencabutan keterangan oleh Budi.
Melalui suratnya, Budi mencabut dua keterangan yang pernah ia sampaikan, yang tercantum dalam BAP Nomor 18 dan 97.
Surat pencabutan keterangan tersebut dikirimkan tiga kali kepada KPK.
Surat ditandatangani Budi di atas meterai dan dibenarkan melalui keterangan notaris di Singapura.
Selain itu, surat tersebut juga telah disahkan Kantor Kedutaan Indonesia di Singapura.
Dalam surat tersebut, Budi menjelaskan alasan pencabutan keterangannya.
Menurut dia, keterangan tersebut tidak benar. Ia tidak pernah mengikuti pertemuan di Pantai Indah Kapuk dan tidak mengetahui adanya permintaan uang.
"Saya tidak mau fitnah dan merusak citra orang lain. Saya sedang sakit dan saya takut menimbulkan dosa," kata Budi dalam suratnya kepada penyidik KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.