Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Posisi Indonesia di Laut Tiongkok Selatan

Kompas.com - 24/06/2016, 09:55 WIB

Oleh: Hikmahanto Juwana

Indonesia sejak 1990 selalu memosisikan sebagai negara bukan pengklaim (non-claimant state) dalam konflik Laut Tiongkok Selatan.

Namun, dalam kurun semester I-2016 terjadi tiga insiden kapal-kapal penangkap ikan tanpa izin asal Tiongkok di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Insiden terbaru terjadi pada Jumat (17/6), di mana 12 kapal nelayan berbendera Tiongkok dikejar KRI Imam Bonjol.

Pemerintah Tiongkok telah melancarkan protes. Bahkan, menurut versi Pemerintah Tiongkok, yang dibantah oleh juru bicara TNI AL, dalam insiden tersebut seorang nelayan mengalami luka-luka dan telah mendapatkan perawatan di rumah sakit di Tiongkok.

Tumpang tindih

Dari tiga insiden yang terjadi jelas para nelayan asal Tiongkok memasuki wilayah ZEEI bukan secara tidak sengaja. Bagi para nelayan tersebut, sebagian ZEEI dianggap wilayah tradisional mereka untuk menangkap ikan.

Indikasi ini terlihat dalam insiden kedua, di mana kapal nelayan Tiongkok berhasil dibawa ke wilayah Indonesia. Pada kamar nakhoda kapal terdapat peta yang menunjukkan sebagian ZEEI sebagai wilayah penangkapan ikan. 

Pemerintah Tiongkok pun mendukung peta para nelayannya dengan mengistilahkannya sebagai traditional fishing ground.

Dalam setiap protes atas tiga insiden selalu disampaikan: para nelayan asal Tiongkok mempunyai hak melakukan penangkapan ikan atas dasar konsep traditional fishing ground.

Traditional fishing ground inilah yang menjadi dasar Tiongkok mengklaim atas sembilan garis putus (nine dash line). Protes diplomatik selalu dilayangkan Pemerintah Tiongkok saat para nelayan mereka ditangkap.

Bahkan, para nelayan ini mendapat "perlindungan keamanan" atas aksinya oleh penjaga pantai Tiongkok. 

Kapal penjaga pantai Tiongkok selalu hadir dalam tiga insiden itu meski tidak secara frontal berhadapan dengan kapal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan TNI AL.

Sembilan garis putus merupakan salah satu pemicu konflik di Laut Tiongkok Selatan (LTS). Sebenarnya ada dua pemicu lain yang lebih penting.

Pertama, klaim Tiongkok atas pulau- pulau Paracel dan Spratly beserta karang dan bebatuan. Bahkan, belakangan, salah satu karang diubah menjadi pulau yang dapat didarati oleh pesawat tempur.

Kedua, isu keamanan bagi kebebasan pelayaran di jalur internasional. Dominasi Tiongkok di LTS memunculkan kekhawatiran banyak negara yang tidak berada di kawasan, seperti Amerika Serikat, Australia, dan Jepang, akan jaminan kebebasan pelayaran.

Sementara posisi Indonesia sebagai negara bukan pengklaim di LTS didasarkan pada dua alasan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Terima Kunjungan Menteri Iklim Norwegia di Istana, Bahas Masalah Sawit hingga Aksi Iklim

Jokowi Terima Kunjungan Menteri Iklim Norwegia di Istana, Bahas Masalah Sawit hingga Aksi Iklim

Nasional
Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Diisi Petinggi Gerindra, Dasco: Itu Hak Presiden Terpilih

Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Diisi Petinggi Gerindra, Dasco: Itu Hak Presiden Terpilih

Nasional
Pertiwi Pertamina Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan dan Kesejahteraan Holistik Pekerja Pertamina

Pertiwi Pertamina Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan dan Kesejahteraan Holistik Pekerja Pertamina

Nasional
Fraksi PDI-P Usul Pasal TNI Bisa Pensiun Usia 65 Tahun Dikaji Ulang

Fraksi PDI-P Usul Pasal TNI Bisa Pensiun Usia 65 Tahun Dikaji Ulang

Nasional
Gunung Ibu di Halmahera Kembali Meletus, Abu Vulkanik Tertiup ke Pengungsian Warga

Gunung Ibu di Halmahera Kembali Meletus, Abu Vulkanik Tertiup ke Pengungsian Warga

Nasional
Prabowo Sebut Indonesia Siap Evakuasi dan Rawat hingga 1.000 Warga Palestina di RS Indonesia

Prabowo Sebut Indonesia Siap Evakuasi dan Rawat hingga 1.000 Warga Palestina di RS Indonesia

Nasional
Anggota Komisi I DPR Yakin RUU TNI Tak Bangkitkan Dwifungsi ABRI

Anggota Komisi I DPR Yakin RUU TNI Tak Bangkitkan Dwifungsi ABRI

Nasional
Bertemu Menhan AS, Prabowo: Saya Apresiasi Dukungan AS Dalam Modernisasi Alutsista TNI

Bertemu Menhan AS, Prabowo: Saya Apresiasi Dukungan AS Dalam Modernisasi Alutsista TNI

Nasional
Bertemu Zelensky, Prabowo Bahas Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza

Bertemu Zelensky, Prabowo Bahas Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza

Nasional
Keluarga Besar Sigar Djojohadikusumo Gelar Syukuran Terpilihnya Prabowo Presiden RI di Langowan

Keluarga Besar Sigar Djojohadikusumo Gelar Syukuran Terpilihnya Prabowo Presiden RI di Langowan

Nasional
Banyak Keterlambatan, Ketepatan Penerbangan Jemaah Haji Baru 86,99 Persen

Banyak Keterlambatan, Ketepatan Penerbangan Jemaah Haji Baru 86,99 Persen

Nasional
Kemenhub Catat 48 Keterlambatan Penerbangan Jemaah Haji, Paling Banyak Garuda Indonesia

Kemenhub Catat 48 Keterlambatan Penerbangan Jemaah Haji, Paling Banyak Garuda Indonesia

Nasional
PSI: Putusan MA Tak Ada Kaitannya dengan PSI maupun Mas Kaesang

PSI: Putusan MA Tak Ada Kaitannya dengan PSI maupun Mas Kaesang

Nasional
Kunker ke Sichuan, Puan Dorong Peningkatan Kerja Sama RI-RRC

Kunker ke Sichuan, Puan Dorong Peningkatan Kerja Sama RI-RRC

Nasional
Jokowi Beri Ormas izin Usaha Tambang, PGI: Jangan Kesampingkan Tugas Utama Membina Umat

Jokowi Beri Ormas izin Usaha Tambang, PGI: Jangan Kesampingkan Tugas Utama Membina Umat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com