Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vaksin Palsu Diproduksi sejak 2003 dan Ditemukan di Tiga Provinsi

Kompas.com - 24/06/2016, 07:46 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidik Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri membongkar sindikat pemalsu vaksin untuk balita.

Dari operasi tersebut, diketahui bahwa sindikat tersebut telah memproduksi vaksin palsu sejak tahun 2003 dengan distribusi di seluruh Indonesia.

"Dari pengakuan para pelaku, vaksin palsu sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Sejak kapannya, yaitu sejak 2003," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Agung Setya di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (23/6/2016).

Hingga saat ini, penyidik baru menemukan barang bukti vaksin palsu di tiga daerah, yakni Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

Agung menjelaskan, pelaku berjumlah 10 orang. Dari 10 orang itu, lima orang bertindak sebagai produsen, dua orang sebagai kurir, dua orang sebagai penjual dan satu orang bertindak sebagai pencetak label vaksin palsu.

Kelompok penjual dan produsen masing-masing mendapat keuntungan paling besar dari praktik ilegal tersebut.

"Untuk produsen mendapat keuntungan Rp 25 juta per pekan. Sementara penjual Rp 20 juta per pekan," ujar Agung.

Vaksin palsu itu dijual dengan harga miring. Hal inilah yang diduga menjadi alasan vaksin palsu tersebut cukup laku di pasaran.

Kini, penyidik tengah menyelidiki apakah ada oknum dari rumah sakit, puskesmas, atau klinik kesehatan yang turut terlibat dalam sindikat tersebut atau tidak.

Agung mengatakan, pengadaan vaksin di tempat pelayanan kesehatan mempunyai mekanisme sendiri yang diatur oleh BPPOM.

Gabungan cairan tetanus dan infus

Agung menjelaskan, pelaku, khususnya kelompok produsen, kebanyakan merupakan lulusan sekolah apoteker.

Namun, mereka tidak menerapkan standar yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dalam memproduksi vaksin itu.

Misalnya, cairan yang mereka gunakan sama sekali bukanlah cairan yang seharusnya menjadi bahan baku vaksin.

Dari penggeledahan dan pemeriksaan yang dilakukan kepolisian, diketahui para pelaku menggunakan cairan antitetanus dicampur dengan cairan infus sebagai bahan dasar vaksin palsu tersebut.

"Zat dasarnya dua itu. Cairan infus dan antitetanus. Dia campur, lalu dimasukkan ke dalam botol bekas. Untuk seperti sempurna, ada alat pengemasan dan diberikan label palsu juga. Setelah itu, baru didistribusikan," ujar Agung.

Selain itu, vaksin tidak dibuat di laboratorium yang higienis, tetapi di sebuah gudang yang "disulap" menjadi tempat peracikan vaksin.

Awal kasus

Agung memaparkan, terungkapnya sindikat pemalsu vaksin balita ini berawal dari ditemukannya fakta bahwa banyak anak yang kondisi kesehatannya terganggu setelah diberikan vaksin.

Selain itu, ada apula laporan pengiriman vaksin balita di beberapa puskesmas yang mencurigakan.

Penyidik kemudian menganalisis dan melakukan penyelidikan.

Pada 16 Mei 2016, penyidik menangkap pelaku bernama Juanda yang merupakan penjual vaksin palsu melalui dua toko obat miliknya, CV Azka Medical yang terletak di Jalan Raya Karang Santri Nomor 43 Bekasi, dan Bumi Sani Permai, Tambun, Bekasi.

Penyidik turut menggeledah rumah kontrakan milik pelaku yang terletak di Dewi House, Jalan Pahlawan Nomor 7, Tambun, Bekasi.

"Setelah digeledah dan diperiksa, diketahui toko obat yang dimiliki J ini tidak memiliki legalitas sekaligus tidak mengantongi izin pengedaran vaksin," ujar Agung.

Penyidik menetapkan J sebagai tersangka dan mengenakan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan denda Rp 1,5 milyar.

Penangkapan J mengarah ke pengembangan berikutnya.

Pada 21 Juni 2016, penyidik menggeledah enam titik. Keenam titik itu yakni Apotek Rakyat Ibnu Sina, sebuah rumah di Jalan Manunggal Sari, sebuah rumah di Jalan Lampiri Jatibening, sebuah rumah di Puri Hijau Bintaro, sebuah rumah di Jalan Serma Hasyim Bekasi Timur, dan Kemang Regency.

Di tiga lokasi, penyidik menangkap sembilan pelaku yang masing-masing terdiri dari lima orang sebagai produsen, dua orang sebagai kurir, satu orang sebagai pencetak label palsu, dan seorang lainnya merupakan penjual vaksin palsu.

Dua dari lima produsen berinisial R dan H adalah pasangan suami istri.

Dalam seluruh penggeledahan, penyidik mengamankan barang bukti, yakni 195 saset hepatitis B, 221 botol vaksin polio, 55 vaksin antisnake, dan sejumlah dokumen penjualan vaksin. Kesembilan orang tersebut kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka dijerat Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan denda Rp 1,5 miliar dan Pasal 62 juncto Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti berpesan, penyidik harus mengusut perkara tersebut sampai tuntas.

Ia juga menekankan agar diusut dugaan keterlibatan oknum tempat pelayanan kesehatan untuk mengedarkan vaksin palsu tersebut.

"Kembangkan sampai ke jaringan-jaringannya sehingga semua itu bisa diungkap dan masyarakat tidak dirugikan," ujar Badrodin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com