JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan bahwa saat ini Pemerintah masih melakukan pembahasan terkait syarat dan ketentuan pemberian remisi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Saat ini, kata Yasonna, pihak Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung sudah memberikan masukan dalam hal pemberian remisi bagi terpidana kasus extraordinary crime, seperti korupsi, narkoba dan terorisme remisi untuk kasus pidana biasa.
"Revisi PP masih kami bahas. Ada masukan dari kejaksaan dan kepolisian yang pasti tetap ada perbedaan antara extraordinary crime dengan non-extraordinary," ujar Yasonna saat ditemui usai rapat terbatas di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (14/6/2016).
"Tapi pada prinsipnya kami akan tetap berikan remisi," kata dia.
Yasonna menjelaskan, urgensi dari perubahan PP tersebut terletak pada unsur filosofinya, yaitu semua narapidana mempunyai hak atas pengurangan masa hukuman yang didasarkan ketentuan perundang-undangan.
Selain itu kebutuhan revisi juga didasarkan pada permasalahan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), yakni jumlah tahanan yang tidak sesuai dengan kapasitas Lapas.
Hal tersebut, menurut Yasonna, membuat narapidana menjadi resah dan berpotensi terjadi kerusuhan.
"Kami ingin PP ini selaras dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 (tentang Pemasyarakatan)," ucap Yasonna.
Sudah sejak awal rencana Pemerintah merevisi syarat dan ketentuan dalam pemberian revisi menjadi sorotan kalangan masyarakat sipil, terutama dari pegiat anti-korupsi.
Mereka mengkhawatirkan revisi tersebut justru akan melonggarkan syarat pemberian remisi bagi koruptor.
Menurut anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, PP Nomor 99 Tahun 2012 lebih memperketat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi, terorisme, narkoba, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya.
Jika terhadap perkara pidana biasa hanya mensyaratkan berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga masa pidana, khusus remisi untuk terpidana korupsi syaratnya diperketat.
"Terpidana harus penuhi syarat antara lain bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collaborator), dan telah membayar lunas denda serta uang pengganti sesuai putusan pengadilan," tulis Emerson.