Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Kebiri Dianggap Tak Selesaikan Masalah Kejahatan Seksual

Kompas.com - 25/05/2016, 19:05 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan menganggap pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual, yakni dengan suntik kimia atau kebiri, bukan solusi yang tepat.

Menurut dia, hukuman kebiri belum tentu menimbulkan efek jera.

"Apa menyelesaikan masalah? Saya kira kalau kebiri tidak akan menyelesaikan masalah. Kita harus runut, apa sih penyebabnya itu," ujar Zulkifli, di Kuala Lumpur, Rabu (25/5/2016).

Zulkifli mengatakan, ada masalah lain yang lebih mengancam di balik tindak pidana asusila itu. Salah satunya adalah penggunaan narkoba.

Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Indonesia berstatus darurat narkoba. Oleh karena itu, menurut Zulkifli, pelaku kejahatan narkoba harus diperberat hukumannya.

"Narkoba teman baiknya miras (minuman keras). Miras tidak terkendali di mana-mana. Miras melahirkan pornografi, pornografi melahirkan kekerasan," kata Zulkifli.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu menganggap sejumlah kasus pemerkosaan oleh anak di bawah umur tak masuk akal.

Ia yakin ada faktor lain yang menyebabkan pelaku melakukan tindakan ekstrim. Salah satunya karena pengaruh narkoba dan minuman keras.

"Narkoba lebih dari 40 orang mati dalam sehari. Banyak korban jiwa. Teroris satu atau dua (meninggal), lebih banyak narkoba," kata dia.

Zulkifli lebih setuju mengenakan hukuman maksimal terhadap pelaku kejahatan seksual ketimbang membuat aturan baru soal hukuman kebiri.

"Dengan hukuman berat saya kira lebih memberikan efek jera ketimbang kita bikin (peraturan) lagi," kata Zulkifli.

Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Hukuman tambahan yang diatur dalam perppu tersebut yakni kebiri secara kimiawi, pemasangan alat deteksi elektronik untuk mendeteksi pergerakan pelaku, hingga pengumuman identitas sebagai sanksi sosial.

Selain mengatur hukuman tambahan, Perppu Nomor 1 Tahun 2016 ini juga mengatur pemberatan pidana bagi pelaku kejahatan seksual.

Hukuman diperberat menjadi hukuman mati, hukuman seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.

Perppu akan segera dikirim ke DPR untuk mendapatkan persetujuan sebelum disahkan menjadi undang-undang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com