Padamu negeri kami berjanji..
Padamu negeri kami berbakti..
Padamu negeri kami mengabdi..
Bagimu negeri jiwa raga kami..
Sayup sayup lagu gubahan Kusbini mengumandang di ruang tunggu terminal 1B, bandara Soekarno Hatta, Cengkareng. Lagu ini menyuntik semangat patriotisme saat mengantarkan aku dan tim melangkah ke pintu pesawat yang akan membawa kami terbang ke kota Sorong, Papua Barat.
Ada 101 panggung demokrasi untuk pemilukada serentak kedua disiapkan di seluruh Indonesia. Februari 2017 puncaknya, tapi parpol termasuk demokrat memulai KM NOL-nya bulan April 2016 dengan agenda penjaringan, sebelum memutuskan siapa yang akan diusung paling lambat awal Oktober 2016.
"Panggung demokrasi untuk negeri disiapkan untuk memilih 101 kepala daerah. Tujuh gubernur, 94 bupati dan Walikota", kataku ke Rudi Kadarisman, Panglima Rajawali yg mendampingi saya.
"Pekerjaan yang berat. Tapi tenang saja tahun lalu kita punya pengalaman menyiapkan 269 pemilukada dan sukses", kataku lagi meyakinkan.
"Wah .. pintu pesawat langsung terkoneksi dengan garbarata, seolah seperti mesin waktu," kataku memuji Bandara Udara Domine Eduard Osok yang dibangun di masa Presiden SBY.
Kerja politik yang sarat dengan emosional dan endurance, membuat kondisi kesehatan yang prima menjadi keharusan. Terbang semalaman lega seketika disambut tarian khas anak anak Papua.
Ada 13 titik kerja politik yang kami lakukan selama dua hari. Semua muaranya fokus menyiapkan strategi 2017. Sebab, Pilkada serentak ini sungguh memerlukan energi yang prima.
Sambil was was atas perubahan tata cara dan mekanisme pemilukada karena pemerintah dan parlemen akan merivisi UU PILKADA mulai minggu ini, saya harus tetap menjalankan tahapan yang ada.
Di kota Sorong di hari yang sama, parpol sahabat lain juga melakukan kerja politik. Sehingga kota dihiasi bendera partai warna warni. Itulah warna demokrasi.
Selain menjaring calon yang berintegritas tinggi, berkapasitas baik, ia juga haruslah mempunyai popularitas yang tinggi pula. Dibutuhkan mesin partai yang prima dalam melakukan kerja politik memenangkannya.
"Saya protes, mengapa kami anggota legislatif harus mundur jika maju menjadi calon kepala daerah", tanya salah satu anggota. Padahal incumbent tidak harus mundur.
"Ya, itu salah satu materi yang dibahas dalam revisi, padahal ketentuan itu hasil putusan MK," jawabku.
Di kota Sorong, kami praktekkan menghormati para calon dengan memberikan penghargaan yang patut. "Saya bukakan pintu mobil calon gubernur ini, karena ia bernyali besar ingin menjadi pemimpin besar melalui partai besar," kataku menggunakan pengeras suara disambut teriakan para pendukungnya. Begitulah ritual demokrasi untuk negeri kami kreasikan sesuai kearifan lokal.
Tak terasa, dua hari proses pendaftaran itu menerima belasan bakal calon gubernur dan wagub.
1. Pasangan Irene Manubuy & Abdullah Manaray
2. Pasangan Hermus Indou & Ali Moktar Ngabalin
3. Pasangan Dominggus Urbon & Inya Bay
4. Prof Dr.Baltasar Kambuaya, MBA tanpa wakil
5. Pasangan Jonatan Rumainum & DR.Baesara Wael
6. Pasangan DR.Drs.Stevanus Malak,Msi & Ali Hindom
7. Yusak Wonatorey tanpa wakil
8. Drs Dominggus Mandacan tanpa wakil
9. Pasangan DR.Drs Alberth H Torey & Syarifudin Sahada
10. George C Auparay tanpa wakil
11. Drg Alfons Manibuy Dess tanpa wakil
12. DR Felix F Wanggai, tanpa wakil
13. Mohamad Rifai Darus, wagub
14. H. Abdul Mutalib, Wagub.
"Setelah nanti diverifikasi, dilakukan survey dan kemudian rapat Majelis Tinggi Partai, baru diumumkan siapa pasangan yang akan diusung. Jadi mari kita ikuti prosesnya tahap demi tahap," kataku menjelaskan.
Pendaftar pun diterima panitia sambil mengajak para pendukung untuk kembali ke rumah dengan tertib dan damai sambil tetap memelihara riang gembira berdemokrasi.
Mesin Partai
Kerja politik untuk pemilihan kepala daerah tidak hanya soal siapa calonnya, tetapi lebih utama mesin partainya. "Dengan ini saya lantik 1600 pengurus Partai Demokrat tambahan tersebar di 5 DPC 10 DPAC dan 41 DPARt sebagai mesin partai memenangkan setiap pemilu", kataku disaksikan 2000an orang dalam ruangan.
Di ujung acara pelantikan seluruh jajaran DPC, DPAC, DPARt se provinsi Papua Barat, di hadiri ribuan kader demokrat dengan tangan mengepal di dada, bersama sama kami menyanyikan lagu karya Ibu Sud..
Walaupun banyak negri ku jalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
Tak terasa mata kami berkaca kaca, mendengar lagu Tanah Airku dari jarak ribuan kilometer jauhnya dari Jakarta.
Terasa kontrasnya perbedaan pembangunan, kehidupan, kesejahteraan, antara Jakarta dan Papua Barat. Di saat yang sama, semangat baru merayap pasti menguasai diri. Semangat untuk terus bekerja untuk negri, indonesia ku, Indonesia mu, Indonesia kita.
"Kuantarkan demokrasi untuk negeri", kataku berbisik dalam hati saat kubaca koran setempat yang memberitakan gelora dasyatnya demokrasi untuk negeri di Papua Barat, sambil membetulkan tempat dudukku di pesawat Garuda yang menerbangkan kami kembali ke ibukota.
#salamnonangnonang
@horaspapuabarat
@horasindonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.