JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR Zulkifli Hassan berharap, pemerintah segera mengambil langkah untuk membebaskan sepuluh anak buah kapal WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf.
Sebab, kelompok tersebut hanya memberikan batas waktu hingga Jumat (8/4/2016), untuk membayar tebusan yang mereka minta.
"Saya berharap pemerintah lebih intens karena menyangkut keselamatan warga kita, anak negeri," Kamis (7/4/2016).
Ia menegaskan, keselamatan sepuluh WNI yang disandera adalah yang utama. Tentu pemerintah akan mengedepankan dialog dan menyiapkan jalan lain untuk membebaskan sandera.
Zulkifli mengingatkan, agar pemerintah tidak begitu saja tunduk atas permintaan kelompok tersebut. (baca: Bantah Ketua DPR, Menhan Sebut Penyandera 10 WNI Kelompok Abu Sayyaf)
Kelompok itu sebelumnya menuntut uang tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 14,2 miliar.
"Kita negara besar, nggak akan tunduk lah," tegasnya.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti sebelumnya menyerahkan urusan permintaan tebusan oleh kelompok Abu Sayyaf ke perusahaan pemilik kapal.
Menurut dia, Polri dan Pemerintah Indonesia tidak akan ikut campur soal itu. (Baca: Kapolri Serahkan soal Permintaan Tebusan Abu Sayyaf ke Perusahaan)
"Kan urusan perusahaan, masa urusan kami. Kami tidak ikut urusan itu," ujar Badrodin.
Kelompok Abu Sayyaf sudah menghubungi perusahaan pemilik kapal sebanyak dua kali sejak 26 Maret 2016. Mereka meminta tebusan sebesar 50 juta peso atau setara dengan Rp 14,2 miliar.
Badrodin mengatakan, kebijakan Polri bukan terkait tebusan. Prioritas Polri hanya untuk menyelamatkan para sandera. (Baca: Perusahaan Pilih Bayar Tebusan ke Abu Sayyaf, Effendi Simbolon Kritik Pemerintah)
Saat ini, perusahaan pemilik kapal masih berkomunikasi dengan kelompok itu untuk menyerahkan para sandera.
"Pesan kita paling utama bagaimana sandera selamat," kata Badrodin.
Menurut Badrodin, Indonesia tidak akan menurunkan personel militer ke Filipina. Dengan demikian, upaya negosiasi masih terus didorong oleh pemerintah untuk membebaskan 10 anak buah kapal warga negara Indonesia.