Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelompok Santoso Kekurangan Logistik

Kompas.com - 13/03/2016, 15:16 WIB

PALU, KOMPAS.com — Dua bulan pasca Operasi Tinombala, kelompok Mujahidin Indonesia Timur, yang dipimpin Santoso, di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, terus tersudut.

Dari Pegunungan Biru di Kecamatan Poso Pesisir Selatan dan Pesisir Utara, Santoso kini bergeser ke Napu, Poso Selatan.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Ajun Komisaris Besar Hari Suprapto, Sabtu (12/3), mengatakan, jika kelompok terduga teroris tersebut keluar dari basis pergerakannya, hal itu memberikan indikasi mereka terjepit.

"Saat ini, lokasi mereka di Napu sudah terdeteksi dan sementara dikepung," ujar Hari saat dihubungi di Palu, Sulawesi Tengah.

Namun, Hari tak menyebutkan secara pasti luas wilayah yang saat ini menjadi lokasi persembunyian dan pergerakan kelompok Santoso itu.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan, Satuan Tugas Operasi Tinombala terus mendesak Santoso dan komplotannya dalam wilayah yang lebih kecil, yakni dalam wilayah berukuran sekitar 5 kilometer x 5 kilometer (Kompas, 12/3).

Menurut Hari, dengan bergesernya kelompok Santoso, hal tersebut menunjukkan kelompok yang bergerilya sejak tahun 2007 itu kekurangan logistik dan persenjataan.

"Jalur logistik sejauh ini ditutup aparat. Adapun persenjataannya banyak disita setelah baku tembak terakhir di Desa Torire, Kecamatan Lore Tengah, Poso," katanya.

Dalam kontak senjata yang menewaskan satu orang yang masuk daftar pencarian orang dari kelompok Santoso tersebut, ditemukan 2 senjata api jenis revolver, 4 senjata api laras panjang, 4 senjata rakitan, 100-an amunisi, 15 parang, dan 20 lembar peta.

Saat ini, tambah Hari, posisi pasukan gabungan Polri-TNI berkonsentrasi di lokasi yang dideteksi menjadi tempat persembunyian Santoso. Meski demikian, lokasi-lokasi lain tetap diantisipasi.

"Faktanya, wilayah perburuan Santoso bermedan berat. Ada pendakian dan jurang," ucapnya.

Di Jakarta, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Agus Rianto menambahkan, meski terkepung, upaya penangkapan Santoso perlu diperhitungkan dan dicermati dengan tepat agar tak menimbulkan korban prajurit.

"Kami belum bisa memastikan target waktu penangkapan (Santoso), tetapi kami ingin penangkapan secepatnya," ujar Agus.

Penangkapan terhadap Santoso hidup-hidup dan kelompoknya diharapkan Agus dapat segera dilakukan.

"Kami akan melakukan proses hukum. Santoso dan kelompoknya harus lebih dahulu mempertanggungjawabkan pelanggaran hukum yang dilakukannya," lanjutnya.

Sebelumnya, Polri telah melaksanakan dua sandi operasi untuk menangkap Santoso. Operasi Camar Maleo dilakukan akhir 2014, dilanjutkan dengan Operasi Tinombala pada 10 Januari 2016. Operasi yang berakhir pada 9 Maret lalu itu diperpanjang hingga enam bulan.

Dihubungi terpisah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Saud Usman Nasution menyatakan, pengepungan terhadap kelompok Santoso merupakan hasil pengumpulan data dan informasi intelijen setahun terakhir.

Upaya itu dilakukan Satgas Operasi Tinombala. BNPT juga menghimpun informasi dari masyarakat dan keluarga kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso dan sekitarnya.

"Tugas kami membantu Polri dan TNI meredam penyebaran paham radikal di sana. Selain itu, kami juga menghimpun informasi untuk bersama Satgas mengungkap keberadaan Santoso dan kelompoknya," ujarnya.

Saud memastikan, Satgas Operasi Tinombala berupaya menangkap Santoso dan anggotanya hidup-hidup dengan mematuhi hak asasi manusia. "Kami ingin mendapatkan informasi dari Santoso terkait jaringan kelompok, siapa motivatornya dan penyandang dananya," kata Saud.

Jika Santoso dan anggota MIT tertangkap, ujar Saud, BNPT akan mendampingi proses deradikalisasinya agar mereka dapat meninggalkan paham radikal, selain mencegah penyebaran paham radikal kepada orang di sekitarnya.

Bertahan

Terkait pengepungan Santoso dan kelompoknya, pengamat terorisme Al Chaidar punya pandangan berbeda. Kendati terkepung, sangat kecil kemungkinannya Santoso dan kelompoknya menyerahkan diri.

Mereka akan bertahan dengan perang gerilya di hutan yang sudah mereka kenali itu. Apalagi, mereka pernah mengikuti latihan perang gerilya di Mindanao, Filipina.

"Aparat gabungan harus tetap waspada. Selain harus menemukan jalur yang digunakan untuk keluar masuk hutan dengan strategi pengintaian yang ketat maupun pelibatan anjing pelacak, aparat juga perlu mengevakuasi warga di sekitar wilayah pengepungan agar tidak dimanfaatkan untuk mendapatkan logistik. Jika operasi Tinombala dilakukan serius, tak sampai sebulan, mereka bisa kehabisan logistik dan amunisi," kata Chaidar.

Adapun tokoh muda Poso, Abdul Kadir Abdjul, menegaskan, masyarakat mendukung operasi perburuan kelompok Santoso. Namun, aparat harus bekerja serius.

Belum tertangkapnya Santoso di saat banyaknya pasukan diterjunkan dikhawatirkan menimbulkan spekulasi, seperti kesengajaan memelihara kelompok Santoso untuk proyek keamanan.

"Tunjukkan spekulasi itu tidak benar dengan kerja yang profesional dan strategis," ucapnya.

Terduga teroris meninggal

Seorang terduga teroris, Siyono (34), asal Klaten, Jawa Tengah, yang ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri pada 9 Maret, hari Jumat (11/3) meninggal. Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Siane Indriani, pun meminta Polri untuk mengklarifikasi penyebab kematian Siyono.

"Harus ada otopsi untuk menyimpulkan penyebab kematiannya, dan harus ada pertanggungjawaban terbuka," kata Siane yang khawatir penyebab kematian Siyono karena dugaan penyiksaan.

Wagiyono (44), kakak Siyono, mengaku tak tahu penyebab kematian adiknya. Sejauh ini, jenazah Siyono sudah dijemput dan dibawa pulang ke Klaten.

Berita kematian Siyono dibenarkan oleh Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti.

"Laporan dari Densus 88, yang bersangkutan (Siyono) meninggal dalam pengembangan anggota Densus," ujar Badrodin, yang memastikan bahwa Siyono tewas bukan karena kekerasan penyidik Polri. (VDL/SAN/GAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com