Tiba-tiba pria itu menyalami beberapa anak yang duduk di hadapannya dan mengajukan sebuah pertanyaan kepada para siswa.
"Kalian percaya jika saya adalah ODHA? jika iya apa kalian tidka takut bersalaman dengan saya," tanyanya yang disambut jawaban tidak percaya.
"Saya menjadi ODHA sejak 2011," katanya dengan lugas dan disambut tepuk tangan para siswa yang hadir di MAN Genteng, Kamis (11/2/2016).
Wijianto (35) alias Gareng mempunyai misi mulia yaitu keliling Indonesia untuk mematahkan stigma negatif di masyarakat terhadap para ODHA.
Selama ini sebagian besar masyarakat menganggap para ODHA berpenyakitan, tidak bisa kemana-mana dan tidak bisa melakukan aktivitas normal seperti orang lainnya.
"Saya hadir di depan adik-adik semua ini untuk membuktikan bahwa ODHA sama dengan yang lainnya. Masih sehat dan bisa jalan kaki keliling Indonesia," jelas bapak satu anak tersebut.
Perjalanan Gareng di mulai sejak 7 November 2015 tepat pada ulang tahunnya yang ke-34. Ia berangkat dari Jakarta seorang diri dengan membawa bekal tiga lembar kaos, dua celana pendek, yang ia masukkan dalam ransel warna merah abu-abu.
Dia membawa selembar spanduk kecil yang bertuliskan "Langkak Kaki Jelajah Negeri, Cegah Penularan HIV dukung orang yang terinfeksi".
Dia juga menyelipkan bendera merah putih di tas punggungnya.
"Target perjalanan saya adalah dua tahun dan akan melanjutkan perjalanan ke Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Maluku Papua, Sumatra serta Kalimantan," kata Gareng yang tiba di perbatasan Kabupaten Jember dan Banyuwangi, Rabu (10/2/2016) malam.
Untuk menuju pusat kota Banyuwangi ia masih harus berjalan kaki sejauh 65 kilometer. Ditargetkan pada Jumat (12/2/2016) ia sudah ada di Pelabuhan Ketapang untuk menyeberang ke Pulau Bali.
Kepada Kompas.com, Gareng mengaku sejak memulai perjalanannya dari Jakarta hingga perbatasan Banyuwangi ia sudah jalan kaki sejauh lebih dari 1.500 kilometer dan sudah menghabiskan tiga pasang sepatu.
"Rata rata bagian tumitnya bolong jadi biasanya cari sepatu yang bagian belakangnya agak tebal," kata dia.
Gareng melanjutkan, dia selalu menolak diantar dengan menggunakan kendaraan bermotor. Alasannya dia ingin menikmati setiap jengkal tanah Indonesia.
Selain membawa tiga potong baju dan dua celana pendek, Gareng juga membawa surat keterangan dari KPA Pusat, buku catatan serta ARV (obat anti-retroviral) yang dikonsumsi para pengidap virus HIV.
"Jika sewaktu waktu ARV habis saya bisa menyambangi rumah sakit yang saya lalui serta melihat bagaimana pelayanan mereka kepada ODHA seperti saya. Baik atau buruk perlakuannya," katanya.
Untuk kesehatannya dia dipantau langsung dokter pribadi dari Yayasan Pelita Ilmu melalui telepon selulernya.
"Tiap sebulan sekali saya selalu ditelepon ditanya bagaimana kondisinya. Alhamdulilah sehat seperti yang sekarang dilihat," ungkapnya.
Ditinggal istri
Bahkan dalam perjalannya, Gareng sempat mendaki Gunung Lawu dan berhasil sampai puncak namun saat turun ia harus dilarikan ke rumah sakit karena kelelahan.
"Dibawa kerumah sakit bukan karena virus dalam tubuh saya. Lha bukan cuma saya yang dibawa, semua rombongan juga di bawa karena faktor kelelahan," katanya sambil tertawa.
Keputusan Gareng jalan kaki keliling Indonesia didukung kedua orang tuanya, meski Gareng adalah anak tunggal mereka.
Niatnya semakin kuat ketika ia mengetahui jika anak semata wayangnya dan istrinya tidak tertular virus HIV.
"Saya bersyukur saat anak dan istri saya tidak tertular. Mereka negatif. Tapi istri saya memilih menjauhi saya," jelasnya.
Pertama kali ia mengetahui dirinya mengidap virus HIV saat bekerja menjadi satpam dan bekerja shift malam pada tahun 2011.
"Waktu itu saya pikir kena TBC tapi setelah dicek saya dinyatakan positif. Selama setahun saya drop. Berat badan turun drastis," kenangnya.
Sepanjang perjalanan Gareng selalu mengagendakan untuk bertemu dengan para ODHA di daerah yang ia lalui untuk saling menguatkan dan memotivasi.
Selain itu ia juga datang ke berbagai kampus untuk mensosialisaikan penyebaran virus HIV serta menghapus stigma terhadap ODHA.
"Saya selalu sedih kalau ada yang menyebut kami penderita. Kami, ODHA sama dengan yang lainnya. Kami masih bisa berkarya dan berbuat yang sama dengan mereka," jelas lelaki yang mempunyai hobi naik gunung tersebut.
Saat di tanya apa cita-citanya ia menjawab hanya ingin menikah, mempunyai anak, dan hidup bersama keluarga.
"Tapi setelah istri saya meninggalkan saya karena virus HIV saya masih belum ada keinginan untuk berumah tangga lagi sampai saat ini. Yang penting misi saya untuk menghapus stigma negatif ODHA terus berjalan," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.