Pengantar redaksi:
Hari ini, tepat delapan tahun lalu, presiden kedua RI Muhammad Soeharto berpulang. Memperingati sewindu peristiwa tersebut, redaksi Kompas.com menayangkan artikel-artikel dari harian Kompas pada masa itu terkait sosok penguasa Orde Baru tersebut.
* * * * *
Oleh: Sonya Hellen Sinombor
JAKARTA, KOMPAS - Pada masa Orde Baru, Astana Giribangun yang merupakan tempat pemakaman Siti Hartinah, atau lebih dikenal dengan nama Ny Tien Soeharto, begitu ramai dikunjungi. Jumlah peziarahnya bisa ribuan orang, khususnya saat libur nasional. Namun, di era reformasi, jumlah peziarah menurun drastis, hanya ratusan orang.
Belakangan ini, ketika kondisi kesehatan mantan Presiden Soeharto dikabarkan kritis, kawasan pemakaman megah di lereng barat Gunung Lawu, Desa Karang Bangun, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, tersebut lagi-lagi menarik perhatian orang.
Pemakaman yang berada di ketinggian 666 meter di atas permukaan laut itu benar-benar ramai pengunjung. Tak hanya kalangan masyarakat, sejumlah pejabat di tingkat kabupaten hingga tingkat provinsi di Jawa Tengah pun berbondong-bondong mendatangi tempat itu.
Perhatian tadi tentunya terkait dengan tempat pemakaman Pak Harto. Seperti diketahui, sejak Ny Tien Soeharto dimakamkan tahun 1996, di sisi makam Ny Tien Soeharto-antara makam Ny Tien dan ibunda Ny Tien-ada satu makam kosong. "Tempat kosong itu untuk Pak Harto," demikian penjelasan Citro Sadino (57), salah satu penjaga Astana Giribangun, awal Januari 2008.
Citro adalah warga Karang Bangun yang bekerja sejak 1988. Tugasnya setiap hari membersihkan ruangan tempat Ny Tien dan keluarganya dimakamkan.
Cungkup Argosari
Tempat yang dipersiapkan untuk pemakaman Pak Harto berada di bangunan di lingkungan Astana Giribangun yang dinamakan Cungkup Argosari. Tempat ini merupakan bagian utama Astana Giribangun yang letaknya di bagian tengah. "Pak Harto, walau bukan keluarga Mangkunegaraan, adalah suami Ibu Tien. Suami-istri selayaknya dimakamkan bersama," kata Citro, menjelaskan mengapa Pak Harto dimakamkan di bagian utama pemakaman itu.
Siapa saja yang berhak dimakamkan di Cungkup Argosari Astana Giribangun memang telah ditetapkan Yayasan Mangadeg Surakarta tahun 1977. Berdasarkan Surat Keputusan Badan Pengurus Yayasan Mangadeg Surakarta Nomor 003/GB/SK/IV/77, yang dikeluarkan di Jakarta pada 20 April 1977, bagian dalam Cungkup Argosari ditetapkan untuk tujuh makam.
Dalam SK yang ditandatangani Ny Tien Soeharto selaku Ketua Umum Pengurus Yayasan Mangadeg Surakarta itu disebutkan, ketujuh tempat dalam Cungkup Argosari akan digunakan oleh orang-orang yang terkait dengan Yayasan Mangadeg Surakarta, yakni pendiri yayasan (dua), pelindung yayasan (satu), ketua umum (pertama) yayasan (satu), ketua kehormatan (pertama) yayasan (dua), dan cikal bakal Astana Giribangun (satu).
Namun, dalam buku Panduan Peziarah Astana Giribangun yang diterbitkan Yayasan Mangadeg Surakarta (1996) dijelaskan, bagian dalam Cungkup Argosari hanya untuk lima makam.
Saat ini di Cungkup Argosari sudah ada empat makam. Selain makam Ny Tien Soeharto, ada dua makam orangtua Ny Tien Soeharto, yakni RM Soemoharjomo dan R Ay Hatmanti Soemoharjomo, serta satu makam kakak Ny Tien yang bernama RAj Siti Hartini Oudang.
Makam Ny Tien berada di sisi paling timur. Sejajar dengan makam Ny Tien, terdapat makam ibunda dan ayahandanya, dan di bagian paling barat terdapat makam Siti Hartini Oudang.
Tiga pintu
Bagian dalam Cungkup Argosari seperti bagian dalam sebuah rumah Jawa yang berbentuk joglo. Dinding bangunan terbuat dari kayu jati yang diukir, pintu masuknya ada tiga, sedangkan lantainya yang terbuat dari marmer dilapisi karpet tebal.
Untuk berziarah ke makam Ny Tien, peziarah harus melewati beberapa bagian, yakni Cungkup Argotuwuh, Cungkup Argokembang, dan selanjutnya barulah masuk ke Cungkup Argosari (emper Argosari dan halaman/selasar Argosari).
Leluhur Mangkunegaraan
Di dalam buku Panduan Peziarah Astana Giribangun, Astana Giribangun merupakan salah satu makam para leluhur keluarga besar Mangkunegaraan, yang lokasinya tak jauh dari Astana Mangadeg. Dari Solo, Astana Giribangun sekitar 40 km. Pemakaman ini dibangun pada 27 November 1974 dan mulai digunakan 23 Juli 1976.
Kompleks pemakaman ini merupakan yang termuda di antara sejumlah pemakaman para leluhur keluarga besar Mangkunegaraan di Yogyakarta dan Surakarta. Dari urutan makam, Astana Giribangun merupakan urutan terakhir, yaitu urutan ke-12, setelah Makam Mangkunegaran Kartasura di Imogiri, Yogyakarta; Astana Mangadeg, Astana Girilayu, Astana Utara, Astana Giri, Pasarean Keblokan, Pasarean Mantenan, Pasarean Karangtengah, Pasarean Randusongo, Pasarean Temuireng, dan Pasarean Ngende Kerten (seluruhnya di Surakarta).
Pembangunan makam-makam keluarga Mangkunegara dimaksudkan untuk mengenang perjuangan Sri Mangkunegara I, yang terkenal dengan Pangeran Samber Nyawa, yang gigih melawan penjajahan Belanda.
Kepala Pelaksana Harian Astana Giribangun Sukirno mengatakan, seingatnya, Pak Harto terakhir kali berziarah ke sana tahun 2005. Hari ini Jenderal Besar itu kembali ke pemakaman tersebut untuk beristirahat selamanya.
Artikel ini tayang di harian Kompas edisi 28 Januari 2008 dengan judul "Perhentian Terakhir Jenderal Besar Soeharto".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.