JAKARTA, KOMPAS.com — Khana Nurohman, seorang sopir lepas, mengaku mendaftar menjadi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji tahun 2010 melalui Pramana, sopir yang sehari-hari bekerja di Kementerian Agama.
Saat itu Khana mendapat informasi bahwa ada kesempatan untuk naik haji gratis dan mengajukannya lewat Pramana.
"Saya ketemu tetangga di Jogja. Katanya, 'Kalau mau daftar bisa, kamu kan bisa bahasa Arab'," ujar Khana saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (23/10/2015).
Khana sebelumnya sempat bekerja di Mekkah, Arab Saudi, selama dua tahun sebagai sopir. Ternyata, Khana merupakan kakak kandung dari anggota DPR RI Fraksi Demokrat, Khotibul Umam.
Namun, Khana membantah mendapatkan rekomendasi menjadi PPIH dari Khotibul.
"Sepanjang jadi kakak beradik, kami tidak berdekatan karena beda nasib. Dia anggota Dewan," kata Khana.
Khana mengaku menjadi petugas haji di bagian katering selama 60 hari. Ia pun diberi honor Rp 60 juta oleh Kemenag.
Pada penyelenggaraan ibadah haji 2010-2013, Suryadharma didakwa memerintahkan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah saat itu, Slamet Riyanto, untuk menerbitkan surat putusan tentang petunjuk teknis penyiapan dan pedoman rekrutmen petugas haji Indonesia.
Saat itu, Slamet menerima permintaan anggota Panitia Kerja Komisi VIII DPR RI untuk mengakomodasi orang-orang tertentu agar bisa naik haji gratis dan menjadi petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.
Permintaan tersebut disetujui Suryadharma dengan menunjuk sendiri beberapa orang lain menjadi PPIH.
Padahal, orang-orang yang direkomendasikan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pedoman rekrutmen dan menjalani tes sesuai mekanisme semestinya.
"Terdakwa juga memasukkan orang-orang dekat terdakwa, termasuk keluarga, ajudan, pengawal pribadi, dan sopir terdakwa ataupun sopir istri terdakwa agar dapat menunaikan haji secara gratis," kata jaksa Supardi.
Suryadharma juga membentuk rombongan amirulhaj, meski mereka tidak terdapat dalam komposisi alokasi anggaran.
Atas perbuatannya, Suryadharma disangka melakukan pelanggaran Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.