Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalla Sebut Pengiriman TKI ke Malaysia Tidak Menarik Lagi dari Segi Upah

Kompas.com - 22/10/2015, 19:33 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai pengiriman tenaga kerja Indonesia perlu dievaluasi lagi. Hal ini dikarenakan gaji TKI di Malaysia tidak jauh berbeda dengan gaji di dalam negeri.

"Jadi sekarang ini, gaji pembantu ada yang capai Rp 1 juta, 2 juta, tidak ada lagi yang di bawah 1 juta, jadi tidak jauh beda, hanya beda 50 persen. Jadi tidak terlalu menarik lagi dari segi upah," kata Kalla saat memberikan pengarahan kepada jajaran Kementerian Tenaga Kerja di Kantor Kementerian Tenaga Kerja di Jakarta, Kamis (22/10/2015).

Hadir dalam acara ini, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, dan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusron Wahid.

Selain gaji yang tidak berbeda jauh, TKI di Malaysia masih harus menghadapi perbedaan budaya dan jauh dari keluarga. Atas dasar itu, Kalla menilai lebih baik jika TKI tersebut bekerja di negaranya sendiri.

Wapres bahkan menilai lebih baik jika porsi pengiriman tenaga kerja ke Malaysia dikurangi.

"Kecuali dia mau kasih gaji yang sama dengan negara lain yang lebih besar. Tetapi kalau gaji 700, 600 Ringgit, hanya beda Rp 1 juta dengan di Jakarta, ongkos ke sana juga lebih tinggi dari Rp 1 juta," ujar Kalla.

Diakui Kalla, sebelumnya warga negara Indonesia berbondong-bondong dikirim ke Malaysia untuk memperoleh lapangan pekerjaan. Namun, menurut dia, kondisi perekonomian dalam negeri yang semakin maju kini menjadikan upah pekerja sektor rumahan meningkat.

Kalla optimistis upah pekerja sektor rumah tangga dalam negeri bisa semakin tinggi jika industri terus berkembang. Atas dasar itu, Wapres menekankan pentingnya pertumbuhan industri. Ia berpendapat bahwa pertumbuhan industri mampu membuka lapangan pekerjaan lebih luas.

Di samping itu, lanjut Kalla, lapangan kerja di bidang industri bisa memberikan penghasilan yang lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan di sektor pertanian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com