JAKARTA, KOMPAS.com - Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Syamsir Yusfan, didakwa menerima uang sebesar 2.000 dollar AS dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho melalui pengacara Otto Cornelis Kaligis.
Pemberian tersebut dilakukan untuk mengabulkan gugatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas pengujian kewenangan Kejati Sumatera Utara terkait penyelidikan tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), tunggakan dana bagi hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumut.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan padanya untuk diadili," ujar jaksa Agus Prasetyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (10/9/2015).
Dalam dakwaan, kasus bermula dari munculnya surat penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumut terkait dugaan korupsi dana bansos. Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho mengadukan adanya panggilan terkait penyelidikan itu kepada Kaligis selaku kuasa hukum keluarga.
Kaligis kemudian menyarankan Gatot mendaftarkan gugatan ke PTUN Medan dan ditunjuklah M Yagari Bhastara alias Gary sebagai salah penasihat hukum yang mengawal gugatan tersebut. Sehubungan denfan rencana pengajuan gugatan, Kaligis beserta Gary dan Yurinda Tri Achyuni alias Indah menemui Syamsir di kantornya.
"Kaligis menyampaikan rencana mengajukan gugatan mengenai wewenang pejabat pemerintahan sesuai dengan ketentuan undang-undang," kata jaksa.
Kaligis kemudian meminta Syamsir mempertemukannya dengan Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan mengkonsultasikan gugatan. Setelah itu, Kaligis meminta Gary dan Indah memberikan uang 5.000 dollar Singapura kepada Tripeni. Syamsir juga menerima uang dari Kaligis sebesar 1.000 dollar AS.
"Terdakwa menginformasikan kepada Gary setelah mendapatkan jawaban bahwa gugaran dapat didaftarkan," kata jaksa.
Kemudian gugatan didaftarkan pada 5 Mei 2015. Pada hari itu, Kaligis meminta Syamsir mempertemukannya dengan Tripeni di kantornya. Kaligis kemudian memberi uang sebesar 10.000 dollar AS dalam amplop putih kepada Tripeni. Kemudian disepakati Tripeni sebagai ketua majelis hakim, Syamsir sebagai panitera, dan dua hakim lainnya, yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi untuk menyidang gugatan Pemprov Sumut.
Kaligis kemudian meminta kembali sejumlah uang kepada Evy Susanti, istri Gatot, untuk diberikan kepada majelis hakim dan panitera. Evy pun memberikan uang sebesar 30 ribu dollar AS dan Rp 50 juta.
Kaligis meminta anak buahnya, Yenny Octorina Misnan membagi uang tersebut dalam lima amplop yang berbeda. Tiga amplop diisikan 5.000 dollar AS dan dua amplop berisi 1.000 dollar AS.
Pada 5 Juli 2015, Kaligis bersama Gary dan Indah mendatangi kantor PTUN Medan untuk menyerahkan uang kepada hakim. Saat itu, hanya Gary yang turun dari mobil dan menyerahkan amplop berisi uang masing-masing 5.000 dollar AS untuk Dermawan dan Amir, sementara Kaligis dan Indah menunggu di dalam mobil. Putusan atas gugatan Pemprov Sumut dibacakan pada 7 Juli 2015.
"Menyatakan keputusan termohon (Kejaksaan Tinggi) perihal permohonan keterangan kepada Bendahara Umum Daerah adalah penyalahgunaan wewenang," kata hakim Tripeni dalam putusan, seperti dikutip dalam dakwaan.
Seusai sidang, Gary memberikan uang sebesar 1.000 dollar AS kepada Syamsir. Keesokan harinya, Syamsir menghubungi Gary dan meminta uang "tunjangan hari raya" untuk Tripeni. Kaligis kemudian menyuruh Gary menemui Tripeni untuk memberikan uang 5.000 dollar AS dari Kaligis.
Saat uang itu diserahkan, petugas KPK menangkap tangan Tripeni dan Gary. Mengetahui kedatangan petugas KPK, Syamsir menitipkan dompetnya yang berisi uang 700 dollar AS, sisa uang dari total 2.000 dollar AS dari Gary dan Kaligis itu. "Sedangkan yang sebesar 1.300 dollar AS telah habis digunaian terdakwa untuk kepentingan pribadi," ujar jaksa.
Atas perbuatannya, Syamsir dijerat Pasal 12 huruf c UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUH Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.