Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

HAM dan Keadilan Transisional

Kompas.com - 30/07/2015, 15:27 WIB


Sudah menjadi hukum sejarah bahwa setiap terjadi  pelanggaran berat hak asasi manusia, genosida, kejahatan perang, pergantian rezim kekuasaan otoriter menjadi pemerintahan yang demokratis melalui revolusi atau reformasi selalu muncul permasalahan krisis kemanusiaan dan keadilan.

Koeksistensi kekuasaan otoriter dengan korupsi politik menuntut adanya tindakan apa saja yang dapat memproteksi kelangsungan kekuasaan politik yang korup dan konglomerasi ekonomi yang mendukungnya.

Segala upaya untuk mempertahankan kekuasaan otoritarian berkelanjutan senantiasa berkorelasi dengan harga diri penguasa, loyalitas para pendukung, dan aset sosial ekonominya sehingga tindakan melanggar hak asasi manusia (HAM) oleh penguasa otoriter dengan berbagai corak dan variasinya akan menjadi jalan yang tidak bisa dielakkan.

Konsekuensi logisnya, turbulensi kejahatan HAM yang terjadi menjadi masalah hukum dan kemanusiaan yang kompleks. Kejahatan berat HAM merupakan musuh seluruh umat manusia (hostis hominis generis)sehingga menjadi tanggung jawab bersama (erga omnes obligation) bagi rakyat, negara, dan masyarakat beradab internasional.

Kejahatan berat HAM merupakan krisis martabat kemanusiaan yang merobek nurani kemanusiaan bangsa manusia, bukan hanya bangsa Jerman, Jepang, Amerika Latin, Serbia, Afrika Selatan, Indonesia, Kamboja, dan lainnya.

Utang sejarah

Kejahatan berat HAM selalu menjadi mendung dan sisi gelap perjalanan bangsa. Memori kolektif masyarakat internasional dapat muncul dan mengasosiasikan kejahatan HAM oleh Hitler dengan Jerman, jugun ianfu dengan Jepang, genosida antara Tutsi versus Hutu di Rwanda, Serbia versus Herzegovina di bekas Yugoslavia, apartheid di Afrika Selatan, pembunuhan massal di Kamboja, dan lain sejenisnya. 

Untuk itu, utang sejarah dalam krisis kemanusiaan harus diselesaikan melalui keadilan transisional (transitional justice). Dalam upaya realisasi keadilan transisional selalu ada dua lembaga kembar yang lahir, yaitu Pengadilan HAM Ad Hoc atau tribunal dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) atau Truth and Reconciliation Commission (TRC).

Harus dicatat bahwa hubungan dua lembaga kembar tersebut bersifat pelengkap (complement), bukan pengganti (substitute).  Dengan demikian, proses hukum di Pengadilan HAM Ad Hoc tidak menegasikan proses rekonsiliasi dan sebaliknya. Sebenarnya negara kita Indonesia telah pernah memiliki UU No 27 Tahun 2004 tentang KKR (Kompas, 18/5/2015), tetapi ironisnya undang-undang tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Nasional
Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Nasional
RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

Nasional
Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Nasional
Putusan MA Dianggap 'Deal' Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Putusan MA Dianggap "Deal" Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Nasional
Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Nasional
Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Nasional
Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Nasional
Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Nasional
37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

Nasional
Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Nasional
7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

Nasional
Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Nasional
Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Nasional
Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com