Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Pesan untuk Jokowi Sebelum Pilih Calon Panglima TNI

Kompas.com - 28/05/2015, 15:59 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Presiden Joko Widodo diminta tidak gegabah dalam memilih calon Panglima TNI yang akan diajukan kepada DPR untuk menggantikan Jenderal TNI Moeldoko. Imparsial memberikan beberapa catatan sebagai pesan untuk Presiden dan calon Panglima pilihannya.

Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti menuturkan, calon Panglima TNI harus menuntaskan agenda reformasi peradilan militer melalui revisi Undang-Undang Nomor 31/1997 tentang Peradilan Militer. Reformasi peradilan militer merupakan mandat TAP MPR Nomor VII/2000 dan UU TNI.

Meski tidak masuk prolegnas parlemen, revisi UU Peradilan Militer masih bisa dibahas bersama DPR. Dengan catatan, pemerintah mendukungnya. Revisi UU ini diharap dapat membuat TNI lebih terbuka, terutama pada audit dari eksternal.

"Peradilan militer dalam praktiknya masih menjadi sarana impunitas bagi oknum anggota TNI yang melakukan tindak pidana," kata Poengky, di Kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (28/5/2015).

Kedua, kata Poengky, calon Panglima TNI harus menyukseskan restrukturisasi Komando Teritorial (Koter). Eksistensi Koter diperlukan untuk mengoptimalkan kinerja TNI.

Sementara itu, Direktur Program Imparsial, Al Araf menambahkan, Presiden harus memperhatikan sistem rotasi Panglima TNI sesuai Pasal 13 ayat (4) UU TNI Nomor 34/2004. Dalam aturannya, rotasi Panglima harus dilakukan bergantian pada perwira tinggi setingkat kepala staf aktif di tiap-tiap angkatan.

"Filosofinya agar organisasi sehat dan tidak menimbulkan friksi yang bisa muncul jika pergantian Panglima didominasi satu angkatan tertentu," ucap Al Araf.

Al Araf juga meminta Presiden mengevaluasi pelibatan TNI dalam tugas di ranah sipil. Evaluasi yang sama juga harus dilakukan pada semakin maraknya MoU yang dilakukan TNI dengan kementerian atau instansi lainnya.

Alasannya, pelibatan TNI dalam tugas operasi militer selain perang harus dilandasi keputusan politik negara, mempertimbangkan eskalasi ancaman, proporsional, institusi yang berwenang tidak mampu menangani, dan bersifat terbatas. Hal itu diatur oleh Pasal 7 ayat 2 dan 3 UU TNI Nomor 34/2004.

Di luar itu, Imparsial berharap Panglima TNI berkomitmen pada HAM dan pemberantasan korupsi, serta memiliki kesamaan menjaga jalannya demokrasi.

"Pergantian Panglima TNI memang sesuatu yang rutin, tapi bermakna penting bagi semua karena memengaruhi dinamika ke depan," timpal Poengky.

Moeldoko menjabat Panglima TNI sejak 2013. Presiden Jokowi harus sudah memasukkan nama calon Panglima TNI yang baru pada Juni 2015. Sesuai Pasal 13 ayat (4) UU TNI Nomor 34/2004, jabatan Panglima TNI dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap angkatan yang sedang menjabat Kepala Staf Angkatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Nasional
Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Nasional
RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

Nasional
Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Nasional
Putusan MA Dianggap 'Deal' Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Putusan MA Dianggap "Deal" Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Nasional
Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Nasional
Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Nasional
Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Nasional
Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Nasional
37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

Nasional
Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Nasional
7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

Nasional
Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Nasional
Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Nasional
Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com