Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabareskrim Sebut Novel Ditangkap Agar Kasusnya Tidak Kadaluwarsa

Kompas.com - 01/05/2015, 20:52 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Kabareskrim Komjen Budi Waseso mengatakan, pengusutan kasus yang menimpa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, merupakan berdasarkan permintaan dari keluarga korban. Novel diduga melakukan penembakan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu 2004 silam.

“Ini diminta oleh keluarga korban untuk segera diselesaikan. Kita kan berupaya secepat mungkin dan sesegera mungkin agar kasus ini segera selesai,” kata Buwas di Mabes Polri, Jumat (1/5/2015).

Buwas menuturkan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri yang menangkap Novel di kediamannya di Kelapa Gading, Jumat dini hari, hanya membantu kinerja Polda Lampung agar cepat selesai. Pasalnya, kasus Novel akan kadaluwarsa pada 2016 mendatang apabila tidak segera diselesaikan.

“Kita tidak ingin ini menjadi preseden buruk nantinya, seperti kasus kecelakaan di Malang beberapa waktu lalu. Yang bersangkutan akhirnya tidak dapat dituntut secara hukum karena kasusnya kadaluwarsa,” ujarnya.

Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengatakan, penangkapan terhadap Novel yang dilakukan Jumat dini hari merupakan tindak lanjut setelah yang bersangkutan tidak dapat memenuhi dua panggilan pemeriksaan penyidik.

“Sekali, dua kali dipanggil tidak hadir dengan alasan tugas. Kalau mau nunggu selesai tugas tunggu pensiun dong,” kata dia.

Menurut Badrodin, penangkapan terhadap Novel merupakan kelanjutan atas petunjuk yang diberikan Kejaksaan Tinggi Bengkulu. Ada dua petunjuk yang diberikan kejati kepada Polri, yakni untuk melengkapi berkas pemeriksaan dan melakukan rekonstruksi atas perkara tersebut dengan menghadirkan Novel secara langsung.

Atas petunjuk tersebut, Polri kemudian menerbangkan Novel ke Bengkulu sore tadi untuk menjalani rekonstruksi bersama tim Kejati Bengkulu. (Baca: "Awalnya Kami Kecewa karena Tidak Ditanggapi Selama Bertahun-tahun oleh Polri")

Kuasa hukum bantah

Sementara itu, anggota tim kuasa hukum Novel, Muji Kartika Rahayu membantah, apabila ada permintaan dari pihak keluarga korban untuk melanjutkan kasus Novel. Menurut dia, pihaknya telah mengantongi surat pernyataan dari pihak keluarga yang menyatakan agar kasus Novel dihentikan.

“Baik pihak keluarga korban yang sudah meninggal, maupun keluarga korban yang belum meninggal, tidak mau kasus itu dilanjutkan,” ujarnya.

Selain itu, Muji menilai, ada dua kejanggalan dalam laporan polisi yang dibuat. Pertama, ada perubahan pasal yang dicantumkan dalam laporan tersebut, yakni dari Pasal 351 ayat (3) KUHP menjadi Pasal 351 ayat (2) KUHP. Meski demikian, perubahan pasal itu dilakukan di dalam laporan polisi yang sama.

“Seharusnya kalau ada perubahan pasal, nomor laporan polisinya juga ikut berubah. Lalu laporan polisi yang dibuat itu adalah model A (laporan yang dibuat berdasarkan penyelidikan kepolisian),” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com