JAKARTA, KOMPAS - Publik mengapresiasi sikap Pemerintah Indonesia terhadap negara asing terkait sejumlah kebijakan luar negerinya. Sikap pemerintah yang lebih menjaga kedaulatan negara dipandang sebagai sebuah ketegasan yang semestinya dilakukan sebagai tanggung jawab pemerintah melindungi warga negaranya.
Apresiasi ini terekam dari hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu, khususnya terkait kebijakan Presiden Joko Widodo untuk tetap mengeksekusi terpidana mati narkoba meskipun reaksi negatif muncul dari sejumlah negara.
Seperti dinyatakan Presiden, dirinya dihubungi sejumlah kepala negara asing untuk membatalkan hukuman mati terpidana narkoba. "Jika saya memberikan pengampunan, hal itu sebuah kekeliruan besar. Memang ada tekanan kanan kiri atas bawah, tetapi bagi saya tetap tidak ada pengampunan," kata Presiden (Kompas, 5/2/2015). Sikap pemerintah inilah yang dinilai sebagian besar responden (75,6 persen) sebagai sebuah ketegasan.
Reaksi
Ada sejumlah negara yang memberikan reaksi karena warganya menjadi terpidana mati perkara kasus narkoba, seperti Australia, Perancis, dan Belanda. Dari reaksi sejumlah negara tersebut, dua hal yang menjadi perhatian publik terkait kebijakan eksekusi mati, yakni reaksi dari Perdana Menteri Australia Tony Abbott dan Presiden Brasil Dilma Rousseff.
Dalam permohonannya kepada Pemerintah Indonesia untuk tidak mengeksekusi mati warga Australia yang menjadi terpidana mati kasus narkoba, Abbot menghubungkannya dengan bantuan Australia terkait bencana tsunami Aceh.
Pernyataan ini direspons keras oleh warga Indonesia, antara lain dengan membuat gerakan koin untuk Australia dan menggema di media sosial. Meskipun pernyataan Abbott itu lalu dinetralkan oleh Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop, reaksi negatif dari dalam negeri terhadap Abbott tetap menggema.
Reaksi negatif juga dirasakan Indonesia dari Pemerintah Brasil. Presiden Brasil Dilma Rousseff menunda upacara penyerahan surat kepercayaan diplomatik Duta Besar RI di Brasil Toto Riyanto. Sikap Presiden Brasil ini dinilai terkait kebijakan Pemerintah Indonesia yang menolak permintaan Pemerintah Brasil untuk tidak mengeksekusi warganya yang terjerat kasus narkoba. Presiden Jokowi pun bereaksi dengan memanggil pulang Toto Riyanto ke Tanah Air dan mengirim nota protes diplomatik kepada Pemerintah Brasil. Langkah ini diamini hampir 70 persen responden.
Proporsional
Publik melihat langkah Pemerintah Indonesia itu cukup memadai dan wajar dilakukan dalam rangka melindungi martabat sekaligus kedaulatan negara. Tidak ada negara mana pun yang berhak menekan dan mengintervensi urusan dalam negeri Indonesia, apalagi terkait penegakan hukumnya.
Selain kebijakan eksekusi mati terpidana narkoba yang memicu ketegangan dengan negara lain, kebijakan menenggelamkan sejumlah kapal asing yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia juga memicu kontroversi di negara asing seperti Thailand.
Dalam sebuah editorialnya, media Bangkok Post yang terbit di Thailand menyebutkan, penenggelaman kapal merupakan kebijakan keliru dan dapat merusak hubungan bilateral di kawasan Asia Tenggara.
Namun, jika melihat data FAO tahun 2001, Indonesia merugi sekitar Rp 30 triliun per tahun akibat illegal fishing. Sementara menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2014, Indonesia merugi 4 miliar dollar AS per tahun akibat pencurian ikan tersebut. Tidak heran jika kemudian jajak pendapat juga menangkap sikap sebagian besar responden (80,8 persen) yang setuju dengan kebijakan pemerintah itu.
Khawatir
Di samping memberikan dukungan terhadap kebijakan luar negeri pemerintah, publik juga dibayangi kekhawatiran menyangkut dampak buruk bagi hubungan bilateral. Kecenderungan ini tidak lepas dari sikap publik yang cenderung hati-hati dalam urusan konfrontasi dengan negara lain.
Hasil jajak pendapat menunjukkan, responden cenderung terbelah ketika harus menjawab pertanyaan apakah mereka khawatir jika ketegangan yang terjadi antara Indonesia dan negara lain akan berpengaruh buruk pada Indonesia. Sebanyak 52,9 persen responden menjawab tidak mengkhawatirkan hal itu. Sementara sebagian responden lainnya (46 persen) menyatakan sebaliknya.
Dampak buruk yang paling dikhawatirkan responden adalah kemungkinan terganggunya hubungan ekonomi bilateral.
Kepentingan nasional
Di balik dukungan positif, publik juga meyakini kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan negara asing cenderung lebih mengutamakan kepentingan nasional. Tiga dari empat responden menaruh harapan dan keyakinan bahwa pemerintahan Jokowi akan mampu menjaga kedaulatan dan martabat negara, terutama ketika dihadapkan pada tekanan dan intervensi negara lain.
Kepercayaan ini tentu menjadi angin segar sekaligus modal bagi pemerintah untuk kembali memulihkan harapan dan kepercayaan publik setelah kasus ketegangan di antara dua institusi penegak hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri, begitu menyita energi pemerintah ataupun masyarakat. (YOHAN WAHYU/LITBANG KOMPAS)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.