"Itu adalah pelanggaran hak asasi yang dilakukan atas nama penegakan hukum. Orang dihukum melebihi kesalahannya. Hukuman itu melebihi apa yang dipersangkakan," ujar Maqdir, melalui pesan singkat, Senin (23/2/2015).
Sementara itu, kuasa hukum lain untuk Atut, Andi Simangunsong, mengatakan, putusan itu menyesatkan karena, menurut dia, Atut tidak pernah terbukti memerintahkan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana, untuk menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Menurut Andi, para saksi membenarkan keterangan Atut dalam persidangan.
"Dia hanya dikaitkan karena satu percakapan telepon dengan adiknya, Wawan, menanyakan apakah Wawan jadi berangkat ke Singapura. Kata 'sok atuh' diartikan terlalu negatif dan meluas oleh majelis hakim seolah Atut menyetujui Wawan memberikan uang," kata Andi.
Terkait putusan ini, tim kuasa hukum Atut belum menerima pemberitahuan resmi dari MA sehingga belum dapat memutuskan upaya hukum selanjutnya. Ia mengatakan, ada kemungkinan bahwa pihaknya akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan terhadap kliennya.
"Di satu sisi memang terbuka upaya hukum PK. Namun, di sisi lain, di zaman sekarang terdapat tendensi tidak sehat, yaitu pemberatan hukuman terhadap terdakwa yang mengajukan upaya hukum," ujar Andi.
Sebelumnya, MA memperberat hukuman Atut Chosiyah dari empat tahun menjadi tujuh tahun penjara. Di pengadilan tipikor, Atut divonis penjara 4 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan karena dianggap bersalah memberikan uang Rp 1 miliar kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, melalui advokat Susi Tur Andayani. Uang itu untuk memenangkan gugatan yang diajukan pasangan Amir Hamzah dan Kasmin. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan tim jaksa KPK, yakni 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.