Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ampyang Maulid, Menegur yang Lalai, Tebar Kesejahteraan

Kompas.com - 11/01/2015, 11:54 WIB
RATUSAN warga, Sabtu (3/1/2015) sore, setia berdiri di tepi jalan kampung di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Mereka datang untuk ikut meramaikan suasana dengan menonton tradisi ampyang Maulid. Ini adalah tradisi unik yang meliputi kirab, pembagian nasi kepel, dan pameran kuliner yang sudah lama digelar setiap tahun oleh masyarakat Desa Loram Kulon dan Desa Loram Wetan untuk menyambut perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Perayaan yang dipusatkan pada waktu Maulid Nabi itu berlangsung sehari sejak pukul 05.00 hingga pukul 18.00 seusai kegiatan karnaval mengarak ampyang.

Ampyang adalah tandu yang berisi nasi kepel dibungkus daun jati. Nasi bungkus ini dirangkai mirip gunungan setinggi 1,5 meter. Ada pula tandu berisi gunungan buah-buahan dan hasil sayuran lain.

Ampyang berisi nasi lengkap dengan kerupuk dan sayur yang dibungkus daun jati. Ratusan nasi bungkus inilah yang kemudian diperebutkan warga setelah ampyang selesai didoakan oleh tokoh pemuka dan sesepuh agama Islam di Loram Kulon. Dalam tradisi ini, pembagian ampyang menjadi puncak acara setelah kirab berakhir.

Tradisi kirab Ampang Maulid dipusatkan di halaman Masjid Wali At-Taqwa, Desa Loram Kulon. Desa yang berjarak 3 kilometer sebelah selatan kota Kudus ini telah bertahun-tahun menggelar tradisi ampyang Maulid dengan konsep perayaan yang dari waktu ke waktu tidak berubah.

Menurut tokoh masyarakat setempat, Anis Aminudin, tradisi ampyang Maulid merupakan tradisi turun-temurun di Masjid Wali At-Taqwa yang memiliki gapura kuno dari tumpukan batu bata abad ke-16 Masehi.

”Tradisi ampyang Maulid ini dilestarikan. Tradisi ini berfungsi bagi warga untuk introspeksi diri, kemudian supaya berperilaku yang mencerminkan sifat-sifat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW,” ujar Anis.

Cagar budaya

Gapura kuno di Masjid Wali At-Taqwa mirip dengan gapura pura, tempat suci bagi umat Hindu. Pada tahun 1996, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah menetapkan gapura Masjid Wali At-Taqwa sebagai bangunan cagar budaya. Masjid itu didirikan kerabat Sultan Hadlirin, yang masih bersaudara dengan Sultan Trenggono, Raja Kerajaan Demak.

Meskipun bangunan induk masjid telah mengalami renovasi, lebih megah daripada dahulu kala, pintu masuk ke masjid dari bangunan gapura berbatu bata itu masih tetap kokoh dipertahankan.

Kegiatan ampyang Maulid sebenarnya dimulai sejak pukul 05.00 dengan berkumpulnya para ulama, tokoh masyarakat, dan kiai yang melantunkan shalawat Nabi. Dalam acara bertajuk ”Loram Bershalawat” ini, dibacakan pula riwayat hidup dan kisah sufi Nabi Muhammad SAW. Setelah agak siang, kemudian tampil grup rebana dan gambus dari remaja Loram Kulon. Mereka tidak hanya bermain musik dan menyanyikan lagu-lagu bernuansa Timur Tengah, tetapi juga menampilkan tarian-tarian sufi gambus.

Kirab ampyang Maulid dimulai pukul 14.00 setelah kehadiran pejabat Pemerintah Kabupaten Kudus, yakni Bupati Kudus Musthofa Wardoyo dan sejumlah pejabat lain, serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kudus.

Kirab berawal dari Lapangan Loram menuju Masjid Wali At-Taqwa yang berjarak lebih kurang 1,5 kilometer. Di sepanjang jalan desa itulah, ratusan warga berdesakan, berjubel, di tepi jalan. Semakin mendekati masjid, jumlah warga masyarakat yang menonton pun semakin ramai. Peserta kirab selanjutnya mengitari gapura masjid dan kemudian berhenti di ujung pintu gerbang masjid tua itu.

Anak muda

Kirab kali ini tidak hanya menampilkan peserta dari Desa Loram Kulon. Sejumlah desa tetangga pun mulai berpartisipasi meramaikan prosesi kirab, yakni Desa Loram Wetan dan Desa Getas. Tradisi yang awalnya hanya mencakup satu desa itu kini benar-benar menjadi tradisi kebanggaan warga Kudus.

Pengunjung yang ingin menyaksikan tradisi ampyang Maulid bukan hanya warga Kudus, melainkan juga dari daerah sekitar, termasuk sejumlah warga Jakarta, Banten, dan Bandung asal Kudus dan sekitarnya.

Peserta kirab banyak dari kalangan remaja dan anak-anak muda serta aktivis masjid dan mushala. Mereka menampilkan hasil bumi dan mengusung gunungan ampyang. Peserta juga menampilkan replika Menara Kudus dan bangunan Kabah serta tokoh-tokoh agama dalam sejarah Desa Loram Kulon.

Tidak ketinggalan pula kirab sejumlah pasangan pengantin. Keikutsertaan pasangan pengantin dalam kirab dan mengelilingi gapura Masjid Wali At-Taqwa ini sudah menjadi tradisi. Tujuannya, pengantin memperoleh keselamatan dan kebahagiaan sepanjang hidup mereka.

Kirab tidak hanya menampilkan tokoh atau hasil bumi. Peserta kirab mengusung pula tema-tema modern, seperti tokoh-tokoh mantan penjudi, koruptor, penjahat yang sudah bertobat. Ada pula para setan yang dibelenggu, bentuk perlawanan terhadap penyakit masyarakat. Ada juga pesan perlunya menjaga dan melestarikan alam yang diusung melalui pawai burung hantu sebagai simbol pemangsa hama tanaman padi.

Tokoh masyarakat di Loram Kulon, Sholah Amir, menyebutkan, pesan-pesan sosial sudah mulai muncul dalam kegiatan kirab, seperti peserta yang menampilkan para penjahat dan koruptor yang bertobat. Penjudi yang sudah bertobat ditunjukkan dengan seseorang yang berkalung puluhan kartu remi dengan baju bertebaran uang taruhan, tetapi wajahnya tampak memelas.

Selain itu, ada barisan setan yang diwujudkan melalui sejumlah anak remaja dengan bertelanjang dada. Badan dan muka mereka dicat putih, dirias menyeramkan, dengan tangan dirantai. Inilah bentuk teguran sosial yang terselip dalam kirab untuk mengingatkan masyarakat supaya kembali pada jalan yang benar dalam hidup.

Desa kreatif

Sebagai tradisi yang sudah berlangsung lama, ternyata warga memanfaatkan ampang Maulid ini sebagai promosi usaha kecil dan menengah yang berkembang di Loram Kulon dan desa-desa sekitarnya. Tak mengherankan, pada periode 29 Desember hingga 3 Januari 2015, pengunjung dapat menikmati aneka kuliner dan oleh-oleh khas perajin di Loram Kulon dan sekitarnya. Jumlah stan kuliner dan oleh-oleh pun terus bertambah. Pada tahun 2014 hanya terdapat 99 stan, sementara tahun ini menjadi 115 stan.

Bupati Musthofa Wardoyo mengemukakan, Loram Kulon layak disebut sebagai desa kreatif yang harus terus berkembang. Tidak hanya tradisi ampyang Maulid yang telah menjadi ikon tradisi budaya warga, usaha kreatif di sektor kuliner dan oleh-oleh pun memerlukan dukungan dalam pengembangannya.

Pemerintah Kabupaten Kudus, ujar Musthofa, akan mengajak kalangan perbankan supaya bersedia membantu pengembangan ekonomi kreatif di Loram Kulon. (WINARTO HERUSANSONO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com