Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LP3ES: Masalah KPU, Petugas KPPS Tak Bisa Baca hingga Penggelembungan Suara

Kompas.com - 10/12/2014, 13:00 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Catatan kelam pelaksanaan pemilihan umum 2014 menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menemukan adanya ketidakcakapan hingga persoalan integritas penyelenggara pemilu yang bisa memengaruhi kualitas pemilu.

"Pertama, soal integritas, kapasitas, artinya apakah dia pahami proses teknis, pemilu, pemungutan hingga penghitungan suara terjadi," ujar Koordinator Peneliti LP3ES untuk Evaluasi Pemilu 2014 Kurniawan Zein di Jakarta, Rabu (10/12/2014).

Kurniawan mencontohkan di Papua, LP3ES menemukan adanya anggota Komite Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang tidak bisa baca dan tulis.

"Di Nias ada KPPS masih remaja, tidak bisa baca dan tulis juga. Bahkan ada juga penyelenggara pemilu yang baru lulus SMA dan merupakan pemilih pemilu," ungkap Kurniawan.

Dengan ketidakcakapan itu, Kurniawan menilai banyak ketidaktahuan akan proses administrasi dan membedakan hal-hal yang dianggap legal atau pun tidak legal. Dia mencontohkan, proses pencatatan rekapitulasi suara yang tidak menggunakan lembar negara.

"Misalnya, menggunakan kardus Indomie dan kardus botol. Pengawasan terhadap itu lemah," imbuh Kurniawan.

Intervensi

Kurniawan mengungkapkan isu kritis dari panitia penyelenggara ad hoc mulai dari PPK, PPS, dan KPPS adalah adanya intervensi eksternal. Misalnya, ada panitia yang merupakan titipan partai tertentu. Panitia ad hoc itu berpotensi akan mencederai integritas dan independensinya.

"Modusnya dengan penggelembungan seperti pengurangan dan penambahan suara pada partai/caleg tertentu," ucap Kurniawan.

Risiko besar honor kecil

Persoalan lainnya lagi dari rekrutmen panitia ad hoc adalah kurangnya minat masyarakat untuk mendaftar menjadi anggota penyelenggara ad hoc. Kurniawan melihat ada beberapa hal yang melatarbelakangi seperti persyaratan rekrutmen yang memberatkan.

"Misalnya surat keterangan pengadilan ini berat, karena dia harus mengurus pribadi. Mungkin bisa dibuat kolektif," ucap Kurniawan.

Syarat lainnya yang dianggap memberatkan, yakni syarat kesehatan dan umur minimal 25 tahun. Selain rumit, risiko yang dihadapi panitia ad hoc juga sangat besar.

"Beban tugas dan tanggung jawab besar, risiko hukum besar, sementara reward (honor) yang diterima kecil, bahkan jaminan kesehatan dan kecelakaan, serta bantuan hukum tidak ada," imbuh dia.

"Inilah pil pahit bagi KPU dalam pemilu lalu. Pil pahit ini perlu diberikan, supaya KPU bisa sehat," tutup Kurniawan.

LP3ES melakukan studi evaluasi pemilu ini secara kualitatif dengan proses pengambilan data di empat provinsi, yakni Sumatera Utara (Medan dan Nias), Jawa Tengah (Kota Semarang, Pekalongan, Kendal, Kudus, Solo, Karang Anuar, Kebumen, Magelang, dan Boyolali), Maluku (Ambon dan Seram Bagian Timur), dan Papua (Kota Jayapura, Yahukimo dan Jayawijaya).

Pengumpulan data dilakukan mulai 6-27 Oktober 2014 dengan melakukan focus group discussion, wawancara, hingga worksop kepada penyelenggara pemilu dan lembaga swadaya masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Nasional
Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Nasional
KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

Nasional
Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Nasional
KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Nasional
Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Nasional
Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasional
Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Nasional
[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

Nasional
[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

Nasional
Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

Nasional
PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com