Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fraksi Gerindra Minta Jokowi Cabut Kebijakan Kenaikan Harga BBM

Kompas.com - 19/11/2014, 17:19 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Fraksi Partai Gerindra di DPR meminta Presiden Joko Widodo mencabut kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya, kebijakan itu dianggap digulirkan pada waktu yang tidak tepat dan bertentangan dengan janji Jokowi semasa kampanye.

Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPR, Ahmad Muzani, mengungkapkan, keputusan Presiden Jokowi menaikkan harga BBM sangat mengejutkan. Terlebih lagi, keputusan itu diambil pada masa jabatan yang belum genap 30 hari setelah Jokowi dilantik.

"Hanya setelah 28 hari jadi Presiden, Jokowi langsung beri keputusan yang mengejutkan masyarakat Indonesia. Bukan hanya tidak tepat waktunya, melainkan juga berbeda dengan janji kampenye," kata Muzani, di ruang kerja Fraksi Gerindra, Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2014).

Muzani menjelaskan, kebijakan itu diambil pada waktu yang tidak tepat karena saat ini harga minyak mentah sedang turun sekitar 73-74 dollar AS per barrel. Harga itu lebih murah sekitar 30 persen dari asumsi APBN 2014 sebesar 105 dollar AS per barrel.

Dengan turunnya harga minyak mentah, kata Muzani, pemerintah di berbagai belahan dunia sedang berlomba-lomba menurunkan harga BBM di negaranya masing-masing. Terlebih lagi, harga minyak mentah juga belum akan naik pada beberapa waktu ke depan.

"Masyarakat internasional kini sedang berpesta pora menikmati murahnya harga BBM, misalnya Amerika, Malaysia, dan Tiongkok sudah tujuh kali menurunkan harga BBM," ujarnya.

Lebih jauh, Fraksi Gerindra semakin kecewa karena pemerintah tak memberi penjelasan rinci mengenai alasan menaikkan harga BBM. Satu-satunya alasan pemerintah menaikkan harga BBM bukanlah karena pengaruh harga minyak mentah, melainkan karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Bagi Muzani, alasan itu juga tidak dapat diterima oleh Fraksi Gerindra. Ia menganggap melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS hanya sebesar empat persen dan tidak dapat dijadikan alasan menaikkan harga BBM secara signifikan.

"Alasan lain adalah karena besarnya subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Itu adalah alasan klasik yang dipakai semua rezim," ucap Muzani.

Padahal, lanjut Muzani, pemerintah memiliki kewenangan untuk meningkatkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, misalnya dengan cara meningkatkan ekspor dan investasi, tetapi cara itu tak dilakukan. Sementara itu, untuk mengatur penggunaan BBM bersubsidi agar tepat sasaran, Muzani juga yakin pemerintah memiliki kewenangan untuk mengaturnya tanpa harus menaikkan harga BBM. Pemerintah juga ia dorong untuk mencari dan memaksimalkan sumber energi baru dan terbarukan sesuai janji kampanye dan belum dilakukan.

"Kami ingin mengetuk hati Pak Jokowi untuk mencabut dan menghentikan kebijakan menaikkan harga BBM," pungkas Muzani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, 'Jer Basuki Mawa Beyo'

Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, "Jer Basuki Mawa Beyo"

Nasional
KPU Minta Pemda Fasilitasi Pemilih yang Baru Berusia 17 Tahun pada Pilkada 2024

KPU Minta Pemda Fasilitasi Pemilih yang Baru Berusia 17 Tahun pada Pilkada 2024

Nasional
PKS Usung Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta, Wasekjen PKB: Blunder...

PKS Usung Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta, Wasekjen PKB: Blunder...

Nasional
DPR Desak PPATK Bongkar Pihak Eksekutif-Yudikatif yang Main Judi 'Online'

DPR Desak PPATK Bongkar Pihak Eksekutif-Yudikatif yang Main Judi "Online"

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Dorong Hilirisasi Rempah Nasional

Wapres Ma'ruf Amin Dorong Hilirisasi Rempah Nasional

Nasional
Ketum KIM Segera Gelar Pertemuan Bahas Pilkada 2024

Ketum KIM Segera Gelar Pertemuan Bahas Pilkada 2024

Nasional
Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

Nasional
Soal Isu Jadi Menlu Prabowo, Meutya Hafid: Hak Prerogatif Presiden Terpilih

Soal Isu Jadi Menlu Prabowo, Meutya Hafid: Hak Prerogatif Presiden Terpilih

Nasional
Benarkan Data Bais Diretas, Kapuspen: Server Dinonaktifkan untuk Penyelidikan

Benarkan Data Bais Diretas, Kapuspen: Server Dinonaktifkan untuk Penyelidikan

Nasional
1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online, PPATK: Agregat Deposit Sampai Rp 25 Miliar

1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online, PPATK: Agregat Deposit Sampai Rp 25 Miliar

Nasional
Kembali Satu Kubu di Pilkada Jakarta 2024, PKS dan Anies Dianggap Saling Ketergantungan

Kembali Satu Kubu di Pilkada Jakarta 2024, PKS dan Anies Dianggap Saling Ketergantungan

Nasional
PDI-P Gabung, Koalisi Anies Disebut Bisa Unggul pada Pilkada Jakarta

PDI-P Gabung, Koalisi Anies Disebut Bisa Unggul pada Pilkada Jakarta

Nasional
Personel Polri Ikuti Konferensi FBI Asia Pasifik di Vietnam, Bahas Penggunaan Kripto untuk Kejahatan

Personel Polri Ikuti Konferensi FBI Asia Pasifik di Vietnam, Bahas Penggunaan Kripto untuk Kejahatan

Nasional
Grace Natalie Sebut Kebijakan Fiskal Jokowi Akan Berlanjut di Pemerintahan Prabowo

Grace Natalie Sebut Kebijakan Fiskal Jokowi Akan Berlanjut di Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Pusat Selalu Cawe-cawe Untuk Perbaikan Jalan Daerah

Jokowi Ungkap Alasan Pemerintah Pusat Selalu Cawe-cawe Untuk Perbaikan Jalan Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com