Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misbakhun Kritik Pernyataan Mendagri soal Pelunasan Utang Rp 1.000 Triliun

Kompas.com - 15/11/2014, 17:19 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tentang target pemerintah melunasi Rp 1.000 triliun utang luar negeri dalam lima tahun, menuai kritik. Tjahjo dinilai tak punya kompetensi bicara soal utang luar negeri sekaligus tak mengerti soal konsep utang tersebut.

"Persoalan membayar utang adalah wialayah bidang tugas Menteri Keuangan," kata anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Muhammad Misbakhun, di Jakarta, Sabtu (15/11/2014). Dia pun menyayangkan penyederhanaan persoalan terkait utang tersebut dalam penyampaian Tjahjo.

Menurut Misbakhun, utang negara tak akan bisa terbayar hanya dengan menghemat biaya dari kegiatan menerima tamu maupun perawatan kendaraan kepala daerah. Dia menegaskan, utang negara sekarang ini terbentuk karena persoalan defisit dalam APBN.

Selain itu, kata Misbakhun, penerimaan negara dari sektor pajak juga tak pernah mencapai target sehingga memperberat beban APBN. Ketika penerimaan tak menutup pengeluaran, kata dia, terjadilan utang. Cara itu dipakai para presiden sampai dengan Susilo Bambang Yudhoyono.

"Pembayaran utang negara tidak identik dengan penghematan. Karena penghematan pengeluaran pemerintah tidak serta merta langsung bisa dialihkan menjadi pembayaran utang," ucap Misbakhun.

Misbakhun menyarankan agar semua pejabat publik di era pemerintahan Presiden Joko Widodo berkoordinasi dengan baik dan berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan kepada publik. Hal ini ia anggap penting supaya tak menimbulkan kebingungan masyarakat dan menimbulkan kesan lemahnya koordinasi pemerintahan.

"Presiden Jokowi harus meningkatkan koordinasi anggota kabinetnya dalam memberikan pernyataan di ruang publik," ujarnya.

Sebelumnya, Tjahjo menyatakan pemerintah memasang target dalam lima tahun membayar Rp 1.000 triliun utang luar negeri. Utang Indonesia diketahui mencapai 1.667,7 triliun. "Saya rasa itu bisa, Rp 1.000 triliun dalam lima tahun," ujar Tjahjo saat berbincang santai dengan wartawan Kompas Gramedia Grup di redaksi Kompas TV, Jumat (14/11/2014).

Selain meningkatkan pendapatan negara melalui pajak, Tjahjo mengatakan bahwa uang itu akan didapatkan dari efisiensi anggaran. Menurut Tjahjo, inefisiensi anggaran yang bisa dihemat memiliki jumlah yang sangat besar.

Salah satu pos anggaran yang dihemat dengan menghilangkan inefisiensi, sebut Tjahjo, adalah biaya operasional pegawai negeri sipil (PNS) di pemerintah provinsi di seluruh Indonesia dan pejabat DPRD-nya.

Tjahjo mencontohkan, setiap hari, kantornya selalu kedatangan tamu, yakni DPRD seluruh Indonesia. Rata-rata, satu hari didatangi oleh satu DPRD tingkat provinsi dan lima DPRD tingkat kota atau kabupaten. Mereka datang hanya ingin mengesahkan Peraturan Daerah (Perda).

Begitu juga dengan biaya operasional para pejabat pemerintah daerah. Seringkali, mereka memilih menggelar rapat di hotel-hotel mewah. Selain itu, Tjahjo menyebutkan bahwa ada gubernur menganggarkan biaya perawatan mobil hingga Rp 300 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com