Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jusuf Kalla Anggap Wajar Internal PDI-P Beda Pendapat soal Kenaikan BBM

Kompas.com - 06/11/2014, 18:47 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menganggap wajar jika ada perbedaan pandangan di antara politikus PDI-Perjuangan mengenai rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Menurut JK, meski ada politikusnya yang menolak, sikap PDI Perjuangan jelas mendukung rencana tersebut.

"Kan di kabinet ada Puan, ada siapa lagi yang juga selalu rapat. Pada prinsipnya dukung. Tentunya dalam alam demokrasi berhak memberikan pandangan walaupun bertentangan dengan kebijakan partai," kata JK, di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (6/11/2014).

Ia berpendapat, adanya penolakan dari politikus PDI-P mengenai rencana kenaikan harga BBM bersubsidi bukan berarti dukungan PDI-P terpecah.

"Saya kira tidak pecah. Bahwa ada pandangan bersifat pribadi di negara demokrasi biasa-biasa saja," kata dia. 

JK juga menganggap penolakan sebagian kalangan atas rencana kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan tantangan bagi pemerintahan yang baru. Setiap perubahan, menurut dia, pasti mengundang pro dan kontra.

Politisi PDI-P tolak kenaikan BBM

Sebelumnya, dua anggota Fraksi PDI-P di DPR, yaitu Effendi Simbolon dan Rieke Diah Pitaloka, menolak rencana kenaikan harga BBM. Mereka meminta pemerintah mencari alternatif lain. Rieke menganggap alasan mengalihkan subsidi BBM ke sektor produktif dan demi menyelamatkan kas negara adalah alasan klasik yang harus disikapi secara kritis.

Sementara, Effendi menyebut Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil tidak menganut ideologi Trisakti.

Fraksi PDI-P sendiri belum membahas soal rencana kenaikan harga BBM. Sikap Fraksi PDI-P akan diputuskan setelah mendapat instruksi dari DPP PDI-P. Pemerintah akan mengalihkan subsidi BBM ke program pembangunan yang lebih produktif. Melalui pengalihan itu, pemerintah berambisi atau memiliki target mencapai swasembada pangan dalam tiga tahun mendatang. Presiden Joko Widodo sebelumnya memaparkan, postur anggaran 2015 mencapai Rp 2.019 triliun dengan anggaran untuk subsidi BBM mencapai Rp 330 triliun.

Porsi anggaran subsidi BBM yang besar dan alokasi pembayaran utang yang mencapai Rp 400 triliun sangat memberatkan anggaran negara dan membuat posisi ruang fiskal anggaran menjadi sempit. Jokowi juga memberikan perbandingan anggaran negara dalam lima tahun terakhir, yaitu anggaran subsidi BBM mencapai Rp 714 triliun, anggaran kesehatan Rp 202 triliun, dan anggaran pembangunan infrastruktur Rp 577 triliun.

Dari anggaran subsidi BBM itu, sekitar 71 persen dinikmati masyarakat menengah ke atas. Menurut Jokowi, pengalihan subsidi BBM ke usaha produktif menjadi keniscayaan, apalagi pemerintah mematok target untuk mencapai swasembada pangan dalam tiga tahun mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Nasional
Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Nasional
RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

Nasional
Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Nasional
Putusan MA Dianggap 'Deal' Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Putusan MA Dianggap "Deal" Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Nasional
Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Nasional
Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Nasional
Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Nasional
Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Nasional
37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

Nasional
Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Nasional
7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

Nasional
Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Nasional
Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Nasional
Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com