JAKARTA, KOMPAS.com - Hujan interupsi dari anggota DPR yang tergabung dalam koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla terus berdatangan dalam sidang paripurna penetapan anggota DPR, Rabu (1/10/2014) hingga Kamis dini hari. Mereka sampai maju ke depan meja pimpinan sidang, Popong Otje Djunjunan untuk menyampaikan protes.
Mereka menunjuk-nunjuk anggota DPR tertua periode 2014-2019 itu sambil berbicara dengan nada tinggi. Tak jarang cletukan-cletukan dengan nada hujatan terdengar. Kericuhan pun akhirnya tak terhindarkan hingga pengamanan dalam (pamdal) DPR harus turun tangan untuk mengamankan jalannya sidang.
Kendati demikian, Popong yang sudah berusia 76 tahun itu, dengan sabar menanggapi interupsi yang diajukan. Dengan logat sunda yang kental, dia meminta maaf karena tidak bisa mengakomodasi semua interupsi dan protes yang diajukan.
Padahal, berdasarkan Tata Tertib DPR Bab 16 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sidang dan Rapat, terdapat aturan yang mengizinkan Popong untuk mengeluarkan secara paksa para anggota DPR yang membandel itu. Dalam Pasal 262 ayat (1), disebutkan bahwa ketua rapat dapat memperingatkan pembicara yang menggunakan kata- kata yang tidak layak, melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban rapat, atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
Lalu Pasal 263 ayat (1) disebutkan, dalam hal pembicara tidak memenuhi peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 262, ketua rapat melarang pembicara meneruskan pembicaraan dan perbuatannya. Jika larangan untuk meneruskan pembicaraan tak diindahkan, dalam ayat (2), diatur bahwa ketua rapat dapat meminta kepada yang bersangkutan meninggalkan rapat.
Terakhir, dalam ayat (3) disebutkan, jika pembicara tersebut tidak mengindahkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka ketua rapat dapat mengeluarkan secara paksa pembicara tersebut dari ruang rapat.
Kendati Popong tak menggunakan kewenangannya untuk mengeluarkan paksa para anggota DPR, namun pada akhirnya sidang bisa berjalan cukup kondusif. Hasilnya, sidang paripurna itu menetapkan pimpinan DPR dijabat oleh Setya Novanto (Golkar) sebagai Ketua DPR, dengan empat wakil, yakni Fahri Hamzah (PKS), Taufik Kurniawan (PAN), Agus Hermanto (Demokrat), dan Fadli Zon (Gerindra).
Koalisi Jokowi-JK hanya terdiri dari empat partai dan gagal melobi partai lain hingga akhirnya gagal pula mengusung paket calon pimpinan. Paket calon pimpinan harus mencakup lima orang dari lima fraksi yang berbeda.
Karena tak memiliki jatah mengajukan paket pimpinan, PDI-P, Nasdem, PKB dan Hanura pun kompak memutuskan meninggalkan ruang sidang atau walk out.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.