Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sindir Industri Penyiaran, SBY Sebut "Ngono Yo Ngono Ning Ojo Ngono"

Kompas.com - 02/09/2014, 17:26 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyindir industri penyiaran di Tanah Air. Saat membuka Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2014 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/9/2014), Presiden SBY mengajak rakyat untuk melakukan introspeksi terhadap penyiaran selama berlangsungnya Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu.

Presiden menilai, lembaga penyiaran yang terlalu mencolok dalam memihak pada kandidat presiden tidak bagus. Namun sebaliknya, lembaga penyiaran yang tidak memiliki semangat dalam menyiarkan kandidat presiden juga tidak bagus.

"Ngono yo ngono ning ojo ngono. Ingat, ada batasnya. Kasihan kandidat yang tidak punya media... namanya tidak pernah muncul sehingga tidak diketahui," kata Presiden SBY seperti dikutip situs Sekretariat Kabinet.

Kepada pemilik lembaga penyiaran, baik stasiun televisi maupun radio, Presiden SBY mengingatkan bahwa frekuensi siaran yang mereka pakai merupakan milik publik, bukan milik pribadi atau perusahaan.

"Saya harus terus terang mengatakan hal ini, biar dicatat oleh sejarah. Kekuatan pemilik modal ini yang bisa mempengaruhi. Ini rakyat yang bilang, bukan SBY. Saya harus mengatakan terus terang di mimbar ini, demi kebaikan kita di masa depan," kata Presiden SBY.

Presiden berharap KPI pada masa mendatang lebih netral dan lebih independen. Sedangkan kepada insan penyiaran umumnya, Presiden berharap lembaga penyiaran televisi Indonesia bisa tampil di Asia ataupun dunia.

Menurut Presiden SBY, di Asia, media di Indonesia harus bisa bersaing dengan Channel News Asia yang ada di Singapura maupun yang ada di negara-negara ASEAN.

“Kita kurang bangga punya lembaga penyiaran publik yang tidak muncul menjadi kelas dunia. Rasanya kita bisa. Kita memiliki sumber daya yang talented, kreatif. Teknologi bisa kita terapkan," ujarnya.

Presiden merasa akan sangat membanggakan bila ada media di Indonesia yang mendunia dan meliput peristiwa-peristiwa besar di berbagai dunia.

Menurut Presiden SBY, dirinya setiap hari selama dua jam mulai pukul 21.00 atau 22.00 memantau berbagai peristiwa dunia melalui televisi, baik di Eropa, Afrika, maupun Asia Timur. 

"Apa yang saya lihat ada di CNN, BBC, Al Jazeera, dan semua yang saya lihat satu per satu,” katanya.

Presiden menilai, meskipun dalam bahasa Indonesia, rasanya Indonesia bisa bersaing. “Indonesia tidak boleh kalah," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Nasional
Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Nasional
Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Nasional
Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Nasional
745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

Nasional
Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Nasional
Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Nasional
Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Nasional
Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Nasional
Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com