JAKARTA, KOMPAS.com — Aliansi Advokat Merah Putih (AAMP) menyatakan, pelantikan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden RI periode 2014-2019 berpotensi tidak bisa dilaksanakan. Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum selaku penyelenggara pemilu dinilai telah menabrak norma-norma hukum dalam penyelenggaraan pemilu.
"Problem penetapan Jokowi-JK berpotensi tidak bisa dilaksanakan. Kenapa? karena banyak sekali norma hukum yang dilanggar," ujar Ketua Aliansi Advokat Merah Putih, Suhardi Somomoeljono, saat menggelar konferensi pers di kawasan pusat perbelanjaan Citywalk, Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2014).
Suhardi menuturkan, norma hukum yang dilanggar oleh KPU antara lain mengenai rapat pleno pengumuman dan penandatanganan SK No. 453/KPTS/KPU/th.2014 tentang penetapan pasangan calon peserta pemilu presiden tahun 2014 tanggal 31 Mei 2014 yang tidak dihadiri Ketua KPU Husni Kamil Manik. Padahal, kata dia, menurut Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, ketua KPU mempunyai tugas untuk memimpin rapat pleno KPU, dan ada pula penjelasan pada Pasal 7 ayat 1d bahwa yang berhak menandatangani SK KPU adalah ketua KPU.
SK tentang penetapan pasangan calon peserta pemilu presiden tahun 2014 tersebut diumumkan dan ditandatangani oleh pelaksana tugas sementara (plt) KPU, Hadar Nafis Gumay.
"Apa diperbolehkan ketika ketua masih ada, dia tidak menjalankan tugas, dan malah diserahkan ke plt. Atas dasar hukum apa?" ucap Suhardi.
Suhardi juga mengatakan bahwa pencapresan Jokowi tidak memenuhi persyaratan karena, pada saat menemui Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 13 Mei 2014 untuk meminta izin maju sebagai calon presiden, Jokowi belum memiliki peraturan pemerintah (PP) yang memperbolehkan gubernur untuk maju menjadi calon presiden. Peraturan pemerintah itu baru diterbitkan pada 14 Mei, yakni PP No 29 Tahun 2014.
"Kenapa tanggal 13 Mei (Jokowi) minta izin ke Presiden, tetapi tanggal 14 Mei, PP-nya baru dibuat?" tanya Suhardi.
Sudah gugat ke PTUN
Saat ini, lanjut Suhardi, AAMP tengah menggugat permasalahan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan tersebut telah didaftarkan kepada PTUN dengan nomor perkara 116/PLW/2014/PTUN-JKT pada tanggal 6 Juni 2014, dan saat ini prosesnya masih berjalan.
Suhardi mengatakan, jika nantinya permohonan gugatan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ditolak oleh MK, tetapi gugatan tim AAMP dimenangkan oleh PTUN, maka pelantikan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden berpotensi tidak dapat dilaksanakan.
"Siapa yang bisa jamin Jokowi-JK bisa dilantik jadi presiden? Katakan keputusan MK ditolak, kemudian kami di PTUN dimenangkan, siapa yang bisa jamin Jokowi-JK bisa dilantik?" ucap Suhardi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.