JAKARTA, KOMPAS.com — Masalah dalam daftar pemilih tetap yang sempat muncul dalam pelaksanaan pemilu legislatif dan Pemilu Presiden 2014 dinilai sebagai buntut panjang dari gagalnya proyek kartu tanda penduduk elektronik atau E-KTP yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri. Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum hanya memasukkan DPT dari data kependudukan yang tercantum dalam E-KTP.
"KPU hanya melihat, apakah warga negara ini sudah berusia 17 tahun atau tidak? Apakah dia TNI-Polri atau sipil? Kalau dia 17 tahun dan sipil, maka akan dimasukkan ke DPT," kata aktivis Lingkar Madani, Ray Rangkuti, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (19/8/2014) siang.
Ray menyayangkan, E-KTP yang sudah memakan dana besar justru tidak dimanfaatkan dengan baik. Padahal, menurut dia, seharusnya semua warga negara tanpa terkecuali bisa menggunakan hak pilihnya hanya dengan menggunakan sidik jari yang sudah terdaftar dalam data di Kemendagri berdasarkan E-KTP.
"Tidak perlu lagi bawa undangan, tidak perlu lagi pakai tinta. Dia bisa memilih di TPS mana saja, cukup pakai sidik jari. Kalau cocok, bisa mencoblos," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Ray, wacana DPR untuk membentuk pansus pilpres tidaklah tepat. Menurut dia, seharusnya anggota DPR justru membentuk pansus E-KTP untuk mengusut kejanggalan yang ada di dalamnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.