Membangun profesi
Fungsi HC—terutama di negara yang rentan kecurangan (fraud) dalam penyelenggaraan pemilu—adalah untuk pembanding bagi publik sehingga kalau perlu melakukan gerakan masif dengan menunggui penghitungan di semua polling station. Pengalaman NAMFREL (National Citizen Movement for Free Election) di Filipina yang mengakhiri kekuasaan Marcos jadi contoh fungsi penting HC.
Persoalan yang tersisa dari kisruh dunia jurnalisme dan penelitian akibat Pilpres 2014 adalah menegakkan standar moral dalam menjalankan profesi. Untuk profesi jurnalisme, persoalannya sederhana sebab media partisan absolut jelas tak menjalankan kaidah episteme jurnalisme. Sementara kaidah etika profesi hanya perlu diterapkan untuk melihat derajat ketidakberpihakan yang dipermasalahkan (disputed). Untuk itu organisasi profesi/majelis kehormatan dapat turun tangan memeriksa kerugian publik yang diakibatkan malapraktik sang jurnalis.
Kenyataan bersimpati pada satu pihak, dan tak menutup peluang bagi pihak lain, tuntutan etika adalah dalam menegakkan derajat obyektivitas yang paling ideal. Bersimpati atau tidak ke satu pihak merupakan hak preferensial pelaku profesi. Untuk itu harus disadari konsekuensi ke depan, bagaimana memulihkan iklim netralitas paling optimal dalam kerja keredaksian.
Mengenai HC, pertaruhannya bagi eksistensi lembaga survei adalah derajat paralelisme dengan data KPU nanti. Data palsu (sama sekali bertolak belakang dengan data real count) akan mengakhiri hidup lembaga HC yang mengeluarkan. Tantangan keberadaan lembaga HC akan berbeda jika lembaga pemilu secara relatif tak lagi dicurigai.
Semoga ke depan kredibilitas kelembagaan KPU dapat dibangun dengan profesionalisme komisioner sekarang. Artinya publik tak akan dikecewakan atas kasus korupsi, atau komisioner sebenarnya diam-diam disiapkan sebagai orang partai, seperti KPU yang sudah-sudah. Dengan kredibilitas lembaga pemilu, data HC bukan lagi pembanding. Di sini peran lembaga HC yang kredibel adalah memenuhi hasrat ingin tahu publik, dengan asas media pers yang utama, yaitu kecepatan. Kemajuan teknologi informasi yang sangat mendukung kecepatan proses penelitian di satu sisi dan pemediaan (termasuk media daring) di sisi lain menuntut penampilan profesional dua ranah ini.
Ashadi Siregar
Peneliti Media dan Pengajar Jurnalisme di LP3Y, Yogyakarta