Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Pasca Pilpres 2014

Kompas.com - 11/07/2014, 17:45 WIB

Keempat, memperbaiki sistem pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang kadung karut-marut. Kelima, menumbuhkan pengalaman kemajemukan sebagai bagian penting dari sejarah seluruh warga bangsa yang plural. Keenam, mengembalikan lagi kebanggaan terhadap bangsa dengan cara, di antaranya, kaum pemimpin itu memberikan teladan selarasnya kata dengan ucapan, menjauhi watak rakus, menghentikan korupsi yang sudah menggurita.

Keenam hal inilah—kita sebut sebagai politik harian—yang menjadi identitas utama yang kelak harus dipertanggungjawabkan kepada kaum pemilihnya. Jadi, pada akhirnya ketika bertemu kembali pada pemilu yang akan datang, pertanyaan penting yang muncul: layakkah mereka dipilih kembali atau tidak?

Politik harian seperti ini yang akan menjadi penanda apakah demokrasi itu sekadar berhenti sebatas instrumental, mengarah menjadi simtom pembusukan demokrasi (democracy decay), atau telah menyentuh sisi substantifnya. Apakah kemeriahan demokrasi itu sebanding lurus dengan upaya pendistribusian rasa keadilan merata, penegakan hukum, dan terwujudnya negara kesejahteraan atau tidak? Politik harian yang akan membuat politik itu kemudian kembali pada fitrahnya yang agung.

Fitrah politik yang agung itu adalah politik seperti diuraikan Hannah Arendt (1906-1975), yang bertolak dari prinsip kebebasan, kesetaraan, dan koeksistensi semua orang di ruang publik yang pluralistik. Politik yang memberi kebebasan berpikir, berbicara, dan bertindak melampaui batas-batas tradisi, agama, birokrasi, dan kebenaran ilmiah. Politik yang terbebas dari kerangka penguasaan, pengendalian, dominasi, dan pertarungan kepentingan (Agus Sudibyo, Politik Otentik, 2013).

Merawat harapan

Jika hasil dari seluruh hajat pemilu legislatif dan pilpres itu tak pernah menunjukkan indeks prestasi positif, sebagai bangsa masih tetap berada di halaman belakang daripada negara-negara tetangga, belum juga berdaulat secara ekonomi, politik, dan kebudayaan, sesungguhnya kita masih tetap harus merawat harapan.

Keindonesiaan yang telah menginjak usia ke-69 tahun tak seharusnya tunduk pada segenap perangai negatif kaum pemimpin, tersekap ormas berhaluan menyimpang yang bertentangan dengan falsafah negara dan cita-cita para pendiri bangsa. Apa pun hasil dari Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014, tidak semestinya menjadi alasan bubarnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan punahnya negeri kepulauan layaknya negara-negara Balkan.

Asep Salahudin
Peneliti di Lakpesdam PWNU Jawa Barat; Dekan Fakultas Syariah IAILM Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Putus Internet ke Kamboja dan Filipina, Menkominfo: Upaya Berantas Judi 'Online'

Putus Internet ke Kamboja dan Filipina, Menkominfo: Upaya Berantas Judi "Online"

Nasional
Pemerintah Putus Akses Internet Judi 'Online' Kamboja dan Filipina

Pemerintah Putus Akses Internet Judi "Online" Kamboja dan Filipina

Nasional
Upaya Berantas Judi 'Online' dari Mekong Raya yang Jerat 2,3 Juta Penduduk Indonesia...

Upaya Berantas Judi "Online" dari Mekong Raya yang Jerat 2,3 Juta Penduduk Indonesia...

Nasional
Keamanan Siber di Pusat Data Nasional: Pelajaran dari Gangguan Terbaru

Keamanan Siber di Pusat Data Nasional: Pelajaran dari Gangguan Terbaru

Nasional
Tanggal 26 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Letjen Suryo Prabowo Luncurkan Buku 'Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste'

Letjen Suryo Prabowo Luncurkan Buku "Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste"

Nasional
Resmikan Destinasi Wisata Aglaonema Park di Sleman, Gus Halim: Ini Pertama di Indonesia

Resmikan Destinasi Wisata Aglaonema Park di Sleman, Gus Halim: Ini Pertama di Indonesia

Nasional
Drag Fest 2024 , Intip Performa Pertamax Turbo untuk Olahraga Otomotif

Drag Fest 2024 , Intip Performa Pertamax Turbo untuk Olahraga Otomotif

Nasional
2.000-an Nadhliyin Hadiri Silaturahmi NU Sedunia di Mekkah

2.000-an Nadhliyin Hadiri Silaturahmi NU Sedunia di Mekkah

Nasional
TNI AD: Prajurit Gelapkan Uang untuk Judi 'Online' Bisa Dipecat

TNI AD: Prajurit Gelapkan Uang untuk Judi "Online" Bisa Dipecat

Nasional
Airlangga Yakin Jokowi Punya Pengaruh dalam Pilkada meski Sebut Kearifan Lokal sebagai Kunci

Airlangga Yakin Jokowi Punya Pengaruh dalam Pilkada meski Sebut Kearifan Lokal sebagai Kunci

Nasional
TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

Nasional
Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Nasional
Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan 'Autogate' Imigrasi Mulai Beroperasi

Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan "Autogate" Imigrasi Mulai Beroperasi

Nasional
Satgas Judi 'Online' Akan Pantau Pemain yang 'Top Up' di Minimarket

Satgas Judi "Online" Akan Pantau Pemain yang "Top Up" di Minimarket

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com