Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Enam Hari, Titik Kritis Rekapitulasi Suara

Kompas.com - 11/07/2014, 16:42 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Enam hari sejak pelaksanaan pemungutan suara adalah titik kritis proses rekapitulasi suara. Komisi Pemilihan Umum menyerukan kepada semua elemen masyarakat agar berkonsentrasi mengawal suara dari tempat pemungutan suara yang direkapitulasi di tingkat desa/ kelurahan dan kecamatan.

Komisioner KPU, Ida Budhiati, mengingatkan hal itu di Jakarta, Kamis (10/7/2014). KPU menjamin transparansi rekapitulasi suara dan memiliki komitmen menjaga kemurnian suara pemilih.

Untuk memastikan ketaatan penyelenggaraan terhadap prosedur dan keakuratan data, KPU memberikan ruang kepada peserta pemilu dan pengawas pemilu mengajukan keberatan dan melakukan koreksi. Koreksi diharapkan sudah dilakukan pada tahapan di tingkat desa/kelurahan (PPS) atau di tingkat kecamatan (PPK). Jangan sampai masalah di PPS dan PPK menumpuk dan ditabung pada saat rekapitulasi nasional nanti.

PPS dan PPK menurut Peraturan KPU No 21/2014 diwajibkan melaksanakan rekomendasi dari pengawas di tiap tingkatan tersebut.

KPU juga memberikan akses secara luas terhadap hasil pemilu di tingkat TPS dengan mengunggah salinan C1 pada laman KPU. Dengan demikian, semua orang bisa mencocokkan data rekapitulasi dengan C1 yang diunggah di laman KPU. Maksimal tujuh hari ke depan, C1 sudah harus dipindai dan dikirim oleh KPU kabupaten/kota ke pusat data KPU.

"Lebih dari itu, jika peserta pemilu tidak menghadirkan saksi di TPS, mereka tetap dapat menerima salinan C1 di tingkat desa/kelurahan," kata Ida. Dengan demikian, ada banyak cara untuk mengecek silang akurasi rekapitulasi suara.

Pasal pidana

Terhadap penyelenggara pemilu atau peserta pemilu yang nakal, KPU mengungkapkan tak ada toleransi bagi mereka yang coba-coba mendistorsi, memanipulasi, dan melakukan kejahatan pemilu yang mencederai suara pemilih. Mereka bisa dikenai pasal pidana jika terbukti membengkokkan kemurnian suara pemilu.

”Hukum harus ditegakkan setegak-tegaknya kepada setiap orang yang melakukan kejahatan terhadap pemilu,” kata Ida.

Semua pihak, terutama peserta pemilu, diharapkan bisa memanfaatkan sistem rekapitulasi berjenjang ini untuk mengawasi agar kemurnian suara pemilih terjaga. "Jangan menunggu sampai ke pusat," kata Ida.

C1 plano dibuka

Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, mengingatkan, pada saat PPS melakukan rekapitulasi, lembar C1 plano yang berisi hitungan suara di tingkat TPS harus dibuka. Berbeda dengan rekapitulasi pada pemilu periode sebelumnya yang tak mengharuskan PPS membuka C1 plano di tingkat PPS.

"C1 plano harus dibuka di PPS biar masyarakat juga bisa membandingkan apakah yang direkapitulasi PPS sesuai dengan hitungan di TPS atau tidak," kata Ferry. Jika ada perbedaan dengan yang ditulis PPS, masyarakat bisa mempertanyakan.

Masyarakat juga diperbolehkan mendokumentasikan C1 plano dalam bentuk video atau foto. Jika dirasa ada perubahan C1 plano, hal itu bisa menjadi indikasi ketidakmurnian suara.

"Proses rekapitulasi di PPS sampai tiga hari. Selanjutnya, setelah itu suara bergerak ke PPK tingkat kecamatan. Waktu rekapitulasi di kecamatan juga tiga hari," kata Ferry.

Selanjutnya, rekapitulasi akan masuk ke kabupaten/kota yang dijadwalkan bisa diselesaikan dua hari dan kemudian di provinsi selama dua hari.

"Akhirnya, rekapitulasi di nasional nanti diperlukan tiga hari, digelar pada 20 Juli hingga 22 Juli," kata Ferry.

Komisioner KPU, Arif Budiman, berharap, proses rekapitulasi setiap jenjang tidak molor.

Desa-kecamatan rawan

Badan Pengawas Pemilu juga mengindikasikan titik kritis pemilu ada pada rekapitulasi di tingkat PPS dan PPK. Alasannya, PPS dan PPK adalah lembaga ad hoc yang dalam pemilu sebelumnya lekat dengan politik transaksional. PPS dan PPK rawan untuk diintervensi pihak lain dan sering ada indikasi mereka digoda orang-orang tertentu dan penguasa daerah.

”Waktunya memang sangat terbatas, makanya cara kami mengawal itu adalah memastikan bahwa teman-teman PPS, Panwas, memahami regulasi secara benar,” kata Ketua Bawaslu Muhammad.

Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat M Afifuddin menyerukan agar semua pihak tidak terbuai dengan hasil hitung cepat karena hasil sesungguhnya adalah rekapitulasi KPU tanggal 22 Juli.

"Kita harus tetap konsentrasi memantau rekapitulasi suara yang sedang berlangsung di semua tingkatan. Harus kita pastikan agar semuanya bisa berjalan transparan, tanpa ada kecurangan atau politik transaksional," kata Afif.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow juga meminta KPU benar-benar mengontrol rekapitulasi di tingkat PPS dan PPK. Selama ini, perhatian publik dan media terhadap rekapitulasi di dua tingkat tersebut amat terbatas.

Berdasarkan pengalaman pada pemilu legislatif, menurut Jeirry, KPU menyerahkan sepenuhnya proses rekapitulasi di tingkat desa dan kecamatan kepada panitia yang bertugas. Seharusnya KPU melakukan supervisi ketat terhadap proses rekapitulasi tersebut.

Bawaslu dan Panwas juga harus aktif memantau rekapitulasi di desa dan kecamatan. Peran Bawaslu penting karena hanya mereka yang bisa mengubah hasil rekapitulasi atas dasar rekomendasi kepada KPU.

Jadwal rekapitulasi suara pilpres di tingkat desa/kelurahan berlangsung pada Kamis kemarin hingga Sabtu besok. Proses dilanjutkan ke tingkat kecamatan yang akan berlangsung pada Minggu lusa hingga Selasa pekan depan.

Jeirry menilai, potensi terjadinya manipulasi perolehan suara dan rekapitulasi penghitungan suara sangat besar dalam pilpres tahun ini.

Pengawasan juga sebaiknya tidak hanya dilakukan pada proses rekapitulasi, tetapi juga pada penyimpanan kotak suara. Ketika banyak pihak fokus memantau rekapitulasi, besar kemungkinan kotak suara yang disimpan di gudang juga kurang mendapat pengawasan. Kondisi ini rawan dimanfaatkan pihak tertentu.

Kesalahan sering terjadi

Berdasarkan pengalaman pada pemilu legislatif, Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengingatkan perlunya memeriksa formulir model C1 dan C1 plano.

Dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum, MK menerima sejumlah alat bukti berupa formulir C1 dalam banyak versi. MK juga memeriksa bukti konsistensi tanda tangan KPPS dan saksi partai. Apabila terlihat tidak konsisten dan terlihat tidak wajar, MK meragukan bukti yang diajukan.

MK pun mencatat adanya penggunaan dokumen yang tidak benar. Formulir D1, misalnya, digunakan untuk merekapitulasi hasil perolehan suara tingkat kecamatan (seharusnya formulir DA).

Koalisi masyarakat sipil juga meminta Polri mengawal dan mengawasi penghitungan suara dari tingkat daerah sampai pusat.

Permintaan itu disampaikan koalisi masyarakat sipil kepada Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti di Mabes Polri, Jakarta. Hadir antara lain Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti, Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar, dan Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan.

”Koalisi masyarakat sipil meminta Polri betul-betul mengawal dan mengawasi proses penghitungan suara, baik di tingkat desa, kelurahan, dan kecamatan, sampai KPU di pusat,” kata Haris Azhar seusai bertemu Badrodin.

Pergerakan atau tahapan penghitungan suara sangat rentan dimanipulasi. "Jangan sampai pilihan politik rakyat dirusak dengan menghalalkan segala cara," katanya. (ANA/AMR/ATO/FER/IAM/VDL/COK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Litbang “Kompas': Citra Positif Lembaga Negara Meningkat, Modal Bagi Prabowo-Gibran

Survei Litbang “Kompas": Citra Positif Lembaga Negara Meningkat, Modal Bagi Prabowo-Gibran

Nasional
Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Unggah 3 Foto Bareng di Instagram

Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Unggah 3 Foto Bareng di Instagram

Nasional
Ingin Usung Kader Sendiri di Jakarta, PDI-P: Bisa Cagub atau Cawagub

Ingin Usung Kader Sendiri di Jakarta, PDI-P: Bisa Cagub atau Cawagub

Nasional
PDI-P Siapkan Kadernya Jadi Cawagub Jabar Dampingi Ridwan Kamil

PDI-P Siapkan Kadernya Jadi Cawagub Jabar Dampingi Ridwan Kamil

Nasional
6 Jaksa Peneliti Periksa Berkas Pegi Setiawan

6 Jaksa Peneliti Periksa Berkas Pegi Setiawan

Nasional
Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

Nasional
Polri Punya Data Anggota Terlibat Judi 'Online', Kompolnas: Harus Ditindak Tegas

Polri Punya Data Anggota Terlibat Judi "Online", Kompolnas: Harus Ditindak Tegas

Nasional
Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Merosot, Demokrat: Kami Hormati Golkar

Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Merosot, Demokrat: Kami Hormati Golkar

Nasional
Ulang Tahun Terakhir sebagai Presiden, Jokowi Diharapkan Tinggalkan 'Legacy' Baik Pemberantasan Korupsi

Ulang Tahun Terakhir sebagai Presiden, Jokowi Diharapkan Tinggalkan "Legacy" Baik Pemberantasan Korupsi

Nasional
Bansos untuk Korban Judi Online, Layakkah?

Bansos untuk Korban Judi Online, Layakkah?

Nasional
Mendagri Minta Tak Ada Baliho Dukungan Pilkada Pj Kepala Daerah

Mendagri Minta Tak Ada Baliho Dukungan Pilkada Pj Kepala Daerah

Nasional
Gangguan Sistem Pusat Data Nasional, Pakar: Tidak Terjadi kalau Pemimpinnya Peduli

Gangguan Sistem Pusat Data Nasional, Pakar: Tidak Terjadi kalau Pemimpinnya Peduli

Nasional
Dari 3 Tahun Lalu, Pakar Prediksi Gangguan Sistem Bakal Menimpa PDN

Dari 3 Tahun Lalu, Pakar Prediksi Gangguan Sistem Bakal Menimpa PDN

Nasional
Dompet Dhuafa Distribusikan Sekitar 1.800 Doka di Jateng

Dompet Dhuafa Distribusikan Sekitar 1.800 Doka di Jateng

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Mayoritas Kelas Bawah hingga Atas Puas Atas Kinerja Jokowi di Bidang Ekonomi

Survei Litbang "Kompas": Mayoritas Kelas Bawah hingga Atas Puas Atas Kinerja Jokowi di Bidang Ekonomi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com