Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas, Ada Penjual Suara Grosiran!

Kompas.com - 08/07/2014, 15:30 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Penelitian sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Mada Sukmajati, mengungkap adanya aktivitas politik uang dalam Pemilihan Umum 2014. Hasilnya ditemukan adanya penjual suara grosiran atau yang diistilahkan sebagai vote trading.

Mada menjelaskan, vote trading adalah kecurangan yang dilaksanakan masif oleh para penyelenggara pemilu. Kecurangan tersebut dilakukan dengan mengubah angka jumlah suara asli ketika proses penghitungan.

"Perdagangan suara grosiran itu kita temukan pada Pemilihan Legislatif 9 April 2014 lalu. Skala penggelembungan suaranya besar, makanya harus melibatkan penyelenggara. Ini sangat berpotensi terjadi di pilpres," ujar Mada kepada Kompas.com, Selasa (8/7/2014) siang.

Dari delapan tahapan pemilu, mulai dari sisi penyusunan daftar pemilih hingga tahap akhir, yakni pengucapan sumpah atau janji, tahapan yang paling rentan akan terjadi vote trading berada di tahap pemungutan dan penghitungan suara serta penetapan hasil pemilihan umum.

Mengapa vote trading bisa terjadi?

Mada menjelaskan, kontestan pemilu tingkat lokal biasanya dikomandani oleh orang lokal pula. Pada umumnya, mereka memiliki relasi kuat dengan penyelenggara pemilu. Bahkan, sering para penyelenggara pemilu merupakan sanak keluarga atau bagian jaringan.

"Jaringan ini sangat mudah diaktivasi untuk pemenangan satu kontestan pilpres melalui manipulasi suara," lanjut dia.

Selain itu, lanjut Mada, minimnya alat kontrol yang sistematis terhadap penyelenggara pemilu juga menjadi ruang vote trading itu terjadi. Akibatnya, penelitian UGM menunjukkan adanya praktik NPWP atau "Nomor Piro Wani Piro".

Lantas, bagaimana cara mengantisipasinya?

Mada menegaskan, kunci antisipasi aksi curang tersebut ada di saksi resmi dan relawan dari kandidat yang bertarung di pemilu. Saksi harus memiliki C-1 yang menjadi dokumen hasil penghitungan di tingkat TPS yang sama datanya dengan yang dimiliki Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

"Formulir itu akan menjadi basis mengontrol rekapitulasi desa, kecamatan, dan tingkatan administratif selanjutnya supaya di TPS suara si A berapa, begitu naik ke kecamatan sudah berkurang atau gelembung," ujar Mada.

"Konsentrasi si saksi dan relawan juga menjadi kunci. Kadang karena penghitungan digelar malam, kondisi saksi dan relawan sudah lelah dan memungkinkan adanya kecurangan," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Nasional
Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Nasional
Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Nasional
Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Nasional
745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

Nasional
Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Nasional
Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Nasional
Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Nasional
Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Nasional
Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com