Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikotomi Partai Nasionalis-Islam, Mitos atau Realita?

Kompas.com - 24/04/2014, 07:35 WIB
Meidella Syahni

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dikotomi alias pemisahan antara partai nasionalis dan partai Islam dinilai sejumlah tokoh partai politik hanya mitos. Namun, pengaruh pelabelan ini terhadap massa pemilih diakui terjadi setiap kali pemilu maupun pemilu kepala daerah.

"Saya rasa ilmuwan sosial yang menggunakan istilah ini ngawur karena perdebatan dua hal ini tidak akan selesai. Kalau Islam versus sekuler baru bisa. Atau liberal versus konservatif seperti di Amerika," kata  Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera, Fahri Hamzah, dalam diskusi di Jakarta, Rabu (23/4/2014). Dia mengatakan dikotomi tersebut tak sepadan.

Dalam peta koalisi saat ini, lanjut Fahri, pemisahan ideologi dalam dikotomi itu pun tak menjadi landasan bagi pertai politik dalam menyusun koalisi. Adapun dikotomi liberal dan konservatif lebih berlandaskan perdebatan ide. "Adapun di Indonesia tidak pernah ada perdebatan ide. Capres yang muncul saat ini pun tidak membawa ide yang jelas."

Wasekjen PDI-P Ahmad Basaraf sependapat bahwa tak ada dikotomi partai nasionalis dan partai Islam. "Ada partai yang disebut nasionalis bercorak islam seperti PAN dan PKB atau sebaliknya partai Islam yang nasionalis," kata Basarah.

Dalam pandangan Basarah, partai-partai nasionalis pun sekarang sudah bergerak mendekati partai politik berbasis massa Islam. Dia mencontohkan PDI-P pernah berkoalisi dengan Hamzah Haz dari PPP dan ketika Megawati menjadi presiden pun pernah mengangkat menteri-menteri berbasis Nahdlatul Ulama.

Namun, Wakil Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie punya pandangan berbeda. Ia menilai basis massa muslim di partai Islam merupakan realitas yang selalu ada setiap kali pemilu maupun pemilu kepala daerah.

"Bukan hanya mitos. Realitanya setiap kali pemilihan partai berbasis NU atau Muhammadyah itu dikejar, dirangkul, kemudian ditinggalkan," ujar Marzuki. "(Pelabelan itu) hanya untuk kepentingan sesaat. Ini faktanya."

Label partai nasionalis dan partai Islam menjadi wacana ketika Koalisi Umat Islam meminta partai politik berbasis massa Islam untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden sendiri. Koalisi tersebut menuntut partai politik berbasis massa Islam membatalkan kontrak yang disepakati dengan partai nasionalis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Nasional
Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Nasional
Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Nasional
Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Nasional
745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

Nasional
Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Nasional
Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Nasional
Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Nasional
Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Nasional
Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Nasional
Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko 'Deadlock'

Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko "Deadlock"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com