KOMPAS.com - SEKALI lagi kita me
ngunjungi Wakil Presiden 2004-2009, Jusuf Kalla. Sejak menjadi wakil presiden hingga menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia, dia tetap sebagai media darling. Tidak sulit untuk menghubunginya lewat telepon selulernya.

Sabtu (1/3) siang, lewat telepon, Jusuf Kalla mengatakan bersedia ketika diminta menjadi salah seorang pembicara untuk acara peluncuran buku yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas, Sisi Lain Istana, di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) di Palmerah Selatan, Jumat (7/3).

Lewat telepon seluler milik asistennya, Yadi Jentak, Jusuf Kalla bicara panjang lebar mengenai beragam masalah, antara lain soal demokrasi dan kesejahteraan. Bagi JK, demokrasi adalah salah satu alat atau jalan menuju kesejahteraan hidup bermasyarakat dan bernegara.

JK, begitu dia biasa disapa, berpendapat, demokrasi bagaimana pun harus bisa menyejahterakan masyarakat. Selain itu, keberhasilan pemerintah, masyarakat, dan negara banyak bergantung kepada pemimpinnya, yakni presiden. ”Untuk apa demokrasi jika tidak membuat masyarakat sejahtera dan makmur,” kata JK di berbagai kesempatan di muka umum.

”Selain itu, mau diktator atau bukan diktator, pemimpin eksekutif itu sangat menentukan maju dan tidaknya bagi kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan bangsa,” kata JK lagi. ”Maka, memilih presiden itu harus betul-betul dilakukan dengan sebaik mungkin,” lanjutnya.

Salah satu cara

JK bisa diwawancara lewat telepon bukan hanya setelah lepas dari kursi Wakil Presiden (2004-2009). Rabu, 5 Desember 2007, JK juga bicara demokrasi dan kesejahteraan dalam sebuah wawancara lewat telepon. Ketika itu, JK banyak dikritik karena dianggap tidak begitu menjunjung sistem demokrasi. Saat itu, sebagai wakil presiden, ia mengatakan, demokrasi adalah salah satu cara, salah satu jalan untuk menggapai kesejahteraan.

Dengan pendapatnya itu, seorang wartawan mengatakan, JK mirip dengan pendapat filsuf besar dari Yunani, Sokrates (470-399 Sebelum Masehi). Sokrates dalam pandangannya lebih memilih, pemimpin ditentukan karena ”keahliannya”, bukan dipasrahkan pada pasar. Jika berdasarkan pemilihan bebas, orang yang bukan ahlinya bisa terpilih menjadi pemimpin.

Waduuuuh, saya tersanjung sekali disamakan dengan Sokrates,” ujar JK, Sabtu lalu. Kata-kata itu juga muncul dari JK tujuh tahun lalu.

”Saya hanya ingin membedakan antara tujuan dan sistem atau cara untuk mencapai kesejahteraan. Demokrasi bagaimana yang sesuai dengan situasi dan kondisi kita. Itu yang paling perlu kita kaji ulang atau kita pelajari,” ujar JK di Kantor Wapres, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, tujuh tahun lalu.

Dalam peluncuran buku Sisi Lain Istana, JK akan berbicara bersama Staf Khusus Presiden Daniel Sparringa. Daniel adalah sosiolog lulusan sebuah universitas di Australia. Ia santun dan temasuk pejabat istana yang disukai wartawan. Mari kita dengarkan mereka. Siapa tahu menarik di tahun pemilihan umum ini.(J Osdar)